Bacaan
Firman Tuhan: Pengkhotbah 1: 12-14+2:18-23
“Aku
membenci segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari,
sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku.”
“Segala
perbuatan yang dilakukan orang adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin” dan
selanjutnya Pengkhotbah juga mengatakan “Aku
mulai putus asa terhadap segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di
bawah matahari”. Apakah pengkhotbah ingin supaya kita pesimis menjalani
hidup ini? Apakah akan menjadi sia-sia semua perjuangan kita di dunia ini?
Pengkhotbah mengatakan adalah
suatu kemalangan yang besar jika kita dengan jerih payah bahkan kita
memperjuangkan hidup dengan kesedihan dan bersusah hati, namun pada akhirnya
apa yang kita perjuangkan itu akan kita tinggalkan. Yang menikmati hasil jerih
payah kita adalah ‘orang lain’, artinya kita
yang menabur tetapi orang lain yang akan menuai. Syukur jika yang menuai
kerja keras kita adalah orang yang berhikmat, namun bagaimana jika orang bodoh,
maka sia-sialah kerja keras kita. Tetapi siapapun yang pada akhirnya menuai,
tetap apa yang kita peroleh, baik itu harta, jabatan, kuasa, kehormatan pada
saatnya akan kita tinggalkan.
Pengkhotbah disini mengemukakan
tentang kesia-siaan dengan suatu bentuk pewarisan. Anak akan mewarisi apa yang
diusahakan oleh orangtuanya. Apakah si anak berhikmat atau bodoh menggunakan
apa yang diwariskan oleh orangtuanya. Tetapi sekali lagi, penekanan pengkhotbah
dalam nas ini apapun yang kita miliki selama kita hidup pada saatnya akan kita
tinggalkan. Tiada yang kekal untuk kita miliki.
Apakah pengkhotbah ingin
menggiring kita pada sikap yang pesimis? Sekali-kali tidak! Tetapi pengkhotbah
ingin menggiring kita memahami dan menyadari realita kehidupan yang tidak akan
mungkin terelakkan, yaitu kematian. Sebanyak apapun harta yang kita miliki,
sekuat dan sepintar apapun kita dalam berusaha, setinggi apapun jabatan yang
kita miliki, tetap pada akhirnya kita kembali menjadi tanah.
Dalam Kitab Kolose 3: 2 dikatakan
“Pikirkanlah
perkara yang diatas, bukan yang di bumi”. Supaya kita mengenakan
manusia yang baru, yaitu manusia yang tidak mengandalkan hal-hal duniawi
sebagai penopang dan tujuan hidup. Tetapi kita hidup oleh Kristus, untuk
Kristus dan supaya kita bersama Kristus selamanya.
Maka dalam menjalani hidup kita
memiliki prinsip hidup, bahwa selama kita hidup kita akan berbuat dan bekerja
sebaik-baiknya tetapi bukan untuk hidup daging yang akan lenyap ini, tetapi
adalah untuk kehidupan yang kekal bersama Tuhan. Kehidupanku dari Tuhan, maka
aku hidup karena Tuhan, bagi Tuhan dan selamanya akan bersama dengan Tuhan.
Selaku orangtua, apa yang akan
kita wariskan kepada anak-anak kita? Apakah harta, kehormatan, jabatan? Wariskanlah
yang terbaik yang tidak akan mungkin diberikan oleh dunia ini yaitu hikmat dan
pengertian tentang Firman Tuhan, sebab hanya itu warisan yang kekal dan yang
memberikan kehidupan bagi anak-anak kita.
Jika kita memberikan harta ataupun
hikmat duniawi, maka sebagaimana yang dikatakan oleh Pengkhotbah adalah suatu
kesia-siaan belaka. Sia-sialah kita bekerja, berusaha dan berlelah jika
ternyata hanya hasil jerih payah itu yang pada akhirnya yang didapatkan oleh
anak-anak kita. Sia-sia kita berjerih payah dan sia-sia pulalah dia yang
menerima, sebab yang diberi dan yang diterima adalah sesuatu yang fana.
No comments :
Post a Comment