Bacaan
Firman Tuhan: Ibrani 11: 8-16
“Sebab
ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun
oleh Allah”
Penulis kitab Ibrani khusus di
pasal 11 memaparkan dengan rinci mengenai iman. Kata ‘iman’ sudah tidak asing
lagi bagi kita, namun terkadang iman dalam pengaplikasiannya bisa dikatakan
semu tentang apa dan bagaimana sebenarnya iman itu.
Karena ternyata iman sering
terjadi hanya sebatas pengakuan. Di pasal 11:1 dengan tegas dikatakan bahwa
iman itu adalah “dasar” segala sesuatu yang kita harapkan dan “bukti”
segala sesuatu yang tidak kita lihat. Apakah kita sudah mendasari pemikiran,
perkataan, perbuatan dalam hidup kita ini kepada Firman Tuhan? Jika ‘ya’
mengapa masih saja ada orang Kristen yang mendasari pemikirannya atas logikanya
sendiri; mengapa masih ada orang yang mendasari perkataan dan perbuatannya atas
emosinya.
Mengapa pula orang yang telah
mengimani Yesus Kristus sebagai Tuhan masih ‘ngotot’ meminta pembuktian yang
lahiriah atas doanya? Namun di pihak lainnya ada pula ada orang yang tidak
memperlihatkan bukti keyakinannya pada Tuhan.
Sebagaimana penulis kitab
Ibrani mengungkapkan bagi kita tokoh-tokoh dalam Alkitab yang mendasari
kehidupan mereka kepada yang mereka imani dan juga membuktikan bahwa iman itu
berbuah dan bekerja walaupun dari mereka menghadapi pergumulan yang berat.
Itulah sebabnya dikatakan di ayat 16 “Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah
mereka”, walaupun orang yang tidak percaya menertawakan mereka “dimana Tuhanmu?” atau mereka mengatakan “Allahmu sedang tidur” atau bahkan
mengatakan “Alahmu sudah mati” namun
dalam pergumulan itu mereka tidak berpaling dari dasar kehidupannya yaitu
Tuhan, dan Tuhan bangga dan tidak malu melihat iman dari umatnya yang kuat
menghadapi kesulitan itu.
Iman itu tidak pasif, tetapi
aktif. Iman adalah reaksi kita akan janji Tuhan, kita beriman berarti
membiarkan Tuhan bekerja dalam diri kita. Kita mempersilahkan Tuhan menyatakan
rencanaNya melalui kehidupan kita. Ketika kita memiliki aksi untuk mengimani
Tuhan, maka kita memiliki pertolongan atau bisa dikatakan “jembatan”
menghantarkan kita dari kehidupan yang tidak baik kepada kehidupan yang baik,
yang walaupun awalnya kelihatannya tidak mungkin, tetapi tiada yang mustahil
bagi Tuhan.
Khusus dalam nas ini, kita
diarahkan tentang pernyataan janji Tuhan yang sempurna akan iman kita kepada
Tuhan sesungguhnya bukanlah di dunia ini. Sebagaimana yang diterangkan mengenai
iman Abraham, karena iman ia taat akan panggilan Tuhan pergi ke tempat yang ia tidak
tahu, tetapi Abraham berangkat dengan janji Tuhan menjadi bangsa yang besar
walaupun dengan penantian yang begitu lama sampai Abraham menua baru Tuhan
menganugerahkan anak kepada Abraham.
Bahkan sampai Abraham meninggal
ia tidak sampai ke tanah yang dijanjikan Tuhan (ay.13). Apakah Tuhan berbohong
kepada Abraham menjadi bangsa yang besar? Sekali-kali tidak! Bahkan hingga saat
ini kita menyebutnya sebagai bapa segala orang percaya.
Namun kita diarahkan nas ini
untuk lebih jauh memahami kesempurnaan dan puncak tertinggi dari penyataan
janji Tuhan atas hidup orang percaya bukanlah di dunia ini. Tetapi kita adalah
seperti orang asing dan pendatang di dunia ini. Perjalanan hidup kita di dunia
ini adalah seperti pengembara menuju tempat yang dijanjikan Tuhan (bnd. 1
Petrus 2:11). Tetapi kita berjalan menuju tempat Bapa kita, tempat kelahiran,
tempat asal kita yaitu rumah Bapa yang di sorga.
Ketika kita menjalani kehidupan
ini dengan beriman kepada Tuhan, maka tujuan iman itu bukanlah untuk sesuatu
yang binasa tetapi adalah untuk yang kekal. Dimulanya yang kekal itu tidak kelihatan dan yang binasa itu kelihatan, namun pada akhirnya yang mulanya kelihatan akan binasa dan yang kekal itulah yang kelihatan.
No comments :
Post a Comment