Bacaan
Firman Tuhan: Lukas 20: 27-38
“Orang-orang
dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk
mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara
orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati
lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah,
karena mereka telah dibangkitkan.”
Terjadi dialog antara Yesus
dengan orang Saduki yang menjalani kehidupan sesuai dengan tradisi yang termuat
dalam kitab Taurat (hukum Musa) tanpa menerima penjelasan tambahan. Sesuai
dengan pemahaman orang Saduki yang rasional tidak menerima adanya kebangkitan
setelah kematian sebagaimana kitab Taurat yang tidak menjelaskan secara
gamblang tentang hal itu.
Dialog terjadi ketika orang
Saduki memberikan pertanyaan untuk meminta tanggapan Yesus tentang suatu contoh
kasus yaitu “Siapakah yang akan menjadi suaminya pada hari kebangkitan?”
ketika terjadi “perkawinan ipar” yang mana suami pertama meninggal tanpa
meninggalkan keturunan dan perempuan itu selanjutnya kawin dengan adik suaminya
pertama demikianlah seterusnya hingga adiknya yang ke tujuh.
Sebenarnya pertanyaan dari
contoh kasus yang dikemukakan oleh orang Saduki ini bukanlah dalam hal
keingintahuan mereka tentang kehidupan setelah kematian. Tetapi justru itu
adalah sebuah argumentasi pemahaman mereka yang dibalut dengan pertanyaan.
Mereka ingin mencobai Yesus kalau mereka bisa mempermalukan Yesus.
Jawaban yang Yesus atas
pertanyaan mereka jelas menolak bahkan ingin mengkoreksi pemahaman mereka.
Sebab pada saatNya tiba, Yesus sendirilah yang akan menjadi jawaban atas
pemahaman mereka yang tidak mengakui kebangkitan, bahwa Yesus akan mati dan
bangkit dari antara orang mati. Sebagaimana yang tertulis dalam Lukas 24: 5 “Mengapa
kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati?”. Namun dalam
konteks nas ini, apa yang menjadi jawaban Yesus sudah cukup membuat mereka
bungkam di hadapan Yesus.
1.
Bagi
mereka yang dianggap layak, dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak
kawin dan tidak dikawinkan.
Tentang kehidupan setelah
kabangkitan, Tuhan Yesus ingin menegaskan bahwa situasi dan kondisi akan sangat
jauh berbeda. Jika manusia di dunia ini kawin, maka itu adalah untuk
kelangsungan hidup manusia di dunia. Namun orang yang dibangkitkan itu dan yang
layak menerima kehidupan kekal tidak akan ada lagi kematian, maka perkawinan
tidak lagi diperlukan. Selanjutnya Yesus juga mengatakan bahwa mereka yang
dibangkitkan itu “sama” seperti malaikat-malaikat, dalam arti bahwa mereka
tidak lagi sama seperti tubuh manusia di bumi yang fana.
jika dalam dunia ini kita ada sebutan Bapa, Ibu, Anak, Cucu, Nenek, Suami, Istri atau apapun itu. Kita juga bisa membuat garis lurus keturunan dari leluhur kita sampai saat ini, bahkan kita menyatukan tulang belulang leluhur kita yang sudah meninggal dalam satu tempat, itu sah-sah saja. Namun dalam kehidupan kekal kita semua adalah "anak-anak Allah".
Kita bisa jujur mengatakan bahwa kita tentunya lebih mengasihi anak kandung kita sendiri daripada anak orang lain. Tentunya juga kita pasti lebih mengasihi istri kita daripada istri orang lain (ini sudah zinah namanya). Tempat dimana Tuhan sediakan bagi orang yang layak tidak lagi ada gosip, kecemburuan, sakit hati, dendam maupun amarah, sebab kita semua adalah sama-sama anak-anak Allah yang satu dalam Kasih Allah. Bukan sistem dunia yang di pakai, tetapi Kasih Allah. Maka kita tidak bisa membayangkan hal sorgawi dengan cara pikir kita di dunia ini.
jika dalam dunia ini kita ada sebutan Bapa, Ibu, Anak, Cucu, Nenek, Suami, Istri atau apapun itu. Kita juga bisa membuat garis lurus keturunan dari leluhur kita sampai saat ini, bahkan kita menyatukan tulang belulang leluhur kita yang sudah meninggal dalam satu tempat, itu sah-sah saja. Namun dalam kehidupan kekal kita semua adalah "anak-anak Allah".
Kita bisa jujur mengatakan bahwa kita tentunya lebih mengasihi anak kandung kita sendiri daripada anak orang lain. Tentunya juga kita pasti lebih mengasihi istri kita daripada istri orang lain (ini sudah zinah namanya). Tempat dimana Tuhan sediakan bagi orang yang layak tidak lagi ada gosip, kecemburuan, sakit hati, dendam maupun amarah, sebab kita semua adalah sama-sama anak-anak Allah yang satu dalam Kasih Allah. Bukan sistem dunia yang di pakai, tetapi Kasih Allah. Maka kita tidak bisa membayangkan hal sorgawi dengan cara pikir kita di dunia ini.
2.
Tuhan
disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub
Artinya di situ bahwa Allah itu
bukan hanya Allah Abraham, Ishak dan Yakub selama hidup, tetapi hubungan mereka
dengan Allah tidak akan terputus oleh karena kematian. Hal ini menjelaskan
ketika Tuhan menampakkan diri kepada Musa dalam semak duri yang menyala-nyala
itu memperkenalkan diriNya sebagai Allah Abraham, Ishak dan Yakub yang ketika
itu mereka telah lama meninggal ketika Tuhan memperkenalkan diriNya kepada
Musa. Bagi manusia, kematian sudah memisahkan kita dengan orang yang sudah meninggal
namun bagi Allah mereka tetaplah hidup sebagai anak-anak Allah. Dalam arti bahwa manusia itu sudah mati, maka dia itu tidak akan lenyap begitu saja. Sebab kita diciptakan berbeda dengan binatang maupun tumbuh-tumbuhan.
3.
Ia
bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua
orang hidup."
Tentang kehidupan maka tidak
lepas dari pencipta kehidupan terkhusus pada kehidupan manusia (Kej. 2:7).
Allah yang hidup itulah yang memberikan kehidupan kepada manusia, maka dari itu kematian jasmani tidaklah begitu saja
langsung memisahkan kita dari Allah, sebab kehidupan yang ada pada manusia itu berasal
dari Allah pencipta (“menghembuskan nafas
hidup”). Sebagaimana kita menjalani hidup ini, demikianlah Allah akan
menentukan apakah kita “dianggap layak untuk mendapatkan bagian
dalam dunia yang lain” (Bangkit untuk kehidupan yang kekal atau bangkit untuk
di hukum – Yoh. 5: 29).
Dia adalah Allah yang hidup, Allah yang memberikan kehidupan pada manusia. Maka kematian jasmani tidak begitu saja akan memisahkan kita dari Tuhan. Kematian adalah jalan untuk meninggalkan dunia menuju tempat Tuhan berada. Sebagaimana yang dikatakan dalam Yohanes 5: 29 bahwa kita akan bangkit dari kematian "Untuk hidup yang kekal" atau "Untuk di hukum". Demikian juga halnya yang dikatakan di Yohanes 11: 25-26 ada dua poin penting yang perlu dicatat, pertama, "Ia akan hidup, walaupun ia sudah mati" kedua, "Tidak akan mati selama-lamanya".
Maka yang menjadi pertanyaan: "Apakah kita mempercayai kebangkitan orang mati?"; "Apakah kita mempercayai adanya kehidupan setelah kematian?"
Sebab: Pemahaman ataupun kepercayaan kita tentang kebangkitan akan menentukan bagaimana kita menjalani kehidupan ini.
Maka orang Saduki yang tidak mempercayai adanya kebangkitan telah memperlihatkan siapa dia. Hanya ingin mengungkapkan bahwa kebangkitan itu adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Bagi mereka yang menjadi puncak kehidupan adalah dunia ini, sebagaimana mereka hanya menerima kitab taurat "Tuhan akan memberkati engkau di tanah yang diberikan oleh Tuhan Allahmu kepadamu". Kekayaan, kehormatan, keturunan menjadi wujud kehadiran Tuhan dalam kehidupan.
Tetapi, bagi yang mempercayai adanya kebangkitan dan kehidupan setelah kematian, rasul Paulus menuliskan di Filipi 3: 20-21 "Kewargaan kita adalah di dalam sorga". Maka sejatinya, walaupun kita masih hidup dalam dunia ini, tetapi kita sudah harus memperlihatkan siapa diri kita. Sebagaimana rasul Paulus mengatakan di Filipi 3: 13-14 "tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah dibelakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Yesus Kristus".
Kalaupun kita masih hidup dalam dunia ini, bukan artinya tidak perlu memikirkan dan menusahakan tentang kehidupan sorgawi, justru ketika kita masih hidup dalam dunia ini adalah kesempatan untuk meraih hal yang sorgawi. Maka apapun yang kita punya, kita miliki dan rasakan dalam dunia ini, baik itu suka maupun duka semuanya akan berlalu. Namun sangat disayangkan: "Jika semua itu berlalu begitu saja". Justru ketika kita sedang beruntung, berbahagia, mendapatkan sesuatu, atau sebaliknya ketika kita sedang bergumul. bersusah hati, berduka cita, dan ketika bagaimana kita berkomunikasi dan bersikap kepada orang lain, justru disitulah jalan, disitulah akan tampak apakah kita warga sorgawi atau bukan.
Walaupun kebangkitan dari kematian itu sulit ataupun tidak dapat kita jangkau dengan pikiran dan akal manusia, namun suasana atau perbuatan yang sorgawi itu bisa dan pasti dapat kita nyatakan dalam dunia ini.
Dia adalah Allah yang hidup, Allah yang memberikan kehidupan pada manusia. Maka kematian jasmani tidak begitu saja akan memisahkan kita dari Tuhan. Kematian adalah jalan untuk meninggalkan dunia menuju tempat Tuhan berada. Sebagaimana yang dikatakan dalam Yohanes 5: 29 bahwa kita akan bangkit dari kematian "Untuk hidup yang kekal" atau "Untuk di hukum". Demikian juga halnya yang dikatakan di Yohanes 11: 25-26 ada dua poin penting yang perlu dicatat, pertama, "Ia akan hidup, walaupun ia sudah mati" kedua, "Tidak akan mati selama-lamanya".
Maka yang menjadi pertanyaan: "Apakah kita mempercayai kebangkitan orang mati?"; "Apakah kita mempercayai adanya kehidupan setelah kematian?"
Sebab: Pemahaman ataupun kepercayaan kita tentang kebangkitan akan menentukan bagaimana kita menjalani kehidupan ini.
Maka orang Saduki yang tidak mempercayai adanya kebangkitan telah memperlihatkan siapa dia. Hanya ingin mengungkapkan bahwa kebangkitan itu adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Bagi mereka yang menjadi puncak kehidupan adalah dunia ini, sebagaimana mereka hanya menerima kitab taurat "Tuhan akan memberkati engkau di tanah yang diberikan oleh Tuhan Allahmu kepadamu". Kekayaan, kehormatan, keturunan menjadi wujud kehadiran Tuhan dalam kehidupan.
Tetapi, bagi yang mempercayai adanya kebangkitan dan kehidupan setelah kematian, rasul Paulus menuliskan di Filipi 3: 20-21 "Kewargaan kita adalah di dalam sorga". Maka sejatinya, walaupun kita masih hidup dalam dunia ini, tetapi kita sudah harus memperlihatkan siapa diri kita. Sebagaimana rasul Paulus mengatakan di Filipi 3: 13-14 "tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah dibelakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Yesus Kristus".
Kalaupun kita masih hidup dalam dunia ini, bukan artinya tidak perlu memikirkan dan menusahakan tentang kehidupan sorgawi, justru ketika kita masih hidup dalam dunia ini adalah kesempatan untuk meraih hal yang sorgawi. Maka apapun yang kita punya, kita miliki dan rasakan dalam dunia ini, baik itu suka maupun duka semuanya akan berlalu. Namun sangat disayangkan: "Jika semua itu berlalu begitu saja". Justru ketika kita sedang beruntung, berbahagia, mendapatkan sesuatu, atau sebaliknya ketika kita sedang bergumul. bersusah hati, berduka cita, dan ketika bagaimana kita berkomunikasi dan bersikap kepada orang lain, justru disitulah jalan, disitulah akan tampak apakah kita warga sorgawi atau bukan.
Walaupun kebangkitan dari kematian itu sulit ataupun tidak dapat kita jangkau dengan pikiran dan akal manusia, namun suasana atau perbuatan yang sorgawi itu bisa dan pasti dapat kita nyatakan dalam dunia ini.
No comments :
Post a Comment