Bacaan
Firman Tuhan: Matius 5: 38-48; Imamat 19:1-2,9-18, Lukas 6: 27-36
Siapapun
yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada
orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga
jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah
bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan
janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu
Sungguh indah sapaan Firman
Tuhan buat kita saat ini, apalagi jika kita memadukan firman Tuhan yang
tertulis dalam Imamat 19:2 dan juga Matius 5:38-48 ini. Di Imamat 19: 2 dikatakan: “Kuduslah
kamu, sebab Aku, Tuhan Allahmu, kudus”. Sementara di Matius 5: 48
dikatakan “Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah
sempurna”. Sebagaimana Allah Bapa yang adalah kudus dan sempurna
demikian juga panggilan kita sebagai umatNya menjadi kudus dan sempurna.
Sehingga muncullah pertanyaan: “mungkinkah kita dapat menjadi kudus dan
sempurna?” ; “Mungkinkah kita bisa “sama”
seperti Allah Bapa?” Jawabannya adalah “sangat mungkin” dan memang harus
demikianlah. Sebab ini adalah panggilan kita sebagai umat Tuhan, bahwa kita
adalah “segambar dengan Allah” (Kejadian 1:26) – “hidup sama seperti Kristus”
(1 Petrus 2:6).
Pikiran dan perasaan
ketidakmungkinan itu muncul adalah karena kita salah atau kurang memahami
maksud Tuhan untuk menjadi kudus dan sempurna. Ketidakmungkinan untuk menjadi
sama seperti Kristus jangan menjadi alasan kita mengabaikan firman Tuhan untuk
dilakukan. Tetapi, “menjadi sama seperti
Kristus” adalah kompas untuk menunjuk
arah dan magnet yang akan menarik
kita menuju kehidupan yang kudus dan sempurna.
Kesalahpahaman dalam
mengartikan dan mengaktualisasikan hidup kudus dan sempurna adalah ketika kita
menganggap bahwa hidup kudus itu sebatas tidak berbuat dosa, tidak berkata
kotor, tidak berbohong, tidak berzinah, tidak menyakiti orang lain, dan lain
sebagainya bahwa kita seakan tidak lagi memiliki kelemahan dan kekurangan. Jika
hanya sebatas itu pemahaman kita tentang arti kekudusan, maka kemampuan kita
dalam melakukannya juga akan terbatas.
Lebih dari itu bahwa kita harus
sempurna dalam kekudusan. Artinya, orang
Kristen itu tidak egois yang hanya memikirkan dan memahami diri sendiri. Kita hidup
di dalam firman Tuhan tidak hanya sebatas tentang diriku. Ibarat strategi dalam
pertandingan sepak bola bahwa “bertahan” dan “menyerang” adalah satu kesatuan. Untuk
dapat sempurna menghidupi firman Tuhan tidak bisa pasif (hanya bertahan) tetapi
juga harus aktif (berbuat).
Firman Tuhan tidak hanya untuk
direnungkan, tetapi juga untuk dilakukan. Berkat Tuhan tidak hanya untuk
dinikmati sendiri tetapi juga harus dibagi. Yang kita kasihi tidak hanya orang
yang mengasihi kita, tetapi juga orang yang membenci dan memusuhi kita. Keselamatan
itu bukan hanya untuk kita tetapi untuk orang lain juga, maka perlu untuk memberi
nasehat dan teguran bagi orang lain. Seperti Kristus datang ke dunia adalah
untuk menyelamatkan semua manusia.
Sikap dan sifat egois yang
hanya memandang kebaikan diri sendiri, inilah yang harus kita hilangkan dan
lenyapkan dari diri kita. Sebenarnya secara teori dan praktek jauh lebih mudah
berbuat kebaikan daripada kejahatan (dosa). Contohnya saja, mana lebih mudah: “membayari makanan kawan atau mencuri uang
disakunya?”. Jauh lebih mudah berbuat baik daripada berbuat dosa. Namun kita
akan cenderung selalu ingin berbuat dosa ketika egois itu menguasai kehidupan
kita. Ketika kita sudah lebih condong untuk “menerima daripada memberi”; “dihormati daripada menghormati”; “dihargai
daripada menghargai”; “dikasihi daripada mengasihi”; “membenci daripada dibenci”;
“menerima maaf daripada meminta maaf”. Sehingga apapun akan kita lakukan
hanya untuk diri sendiri.
Terlebih lagi jika kita
diperhadapkan dengan apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam nas ini: “Siapapun
yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu” ; “Kasihilah
musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. Itulah sebabnya
jika ada pepatah yang mengatakan bahwa “musuh
terbesar adalah diri sendiri”. Jika ada orang yang memusuhi dan yang
membenci kita, sesungguhnya musuh kita bukanlah dia, melainkan diri kita
sendiri. Bagaimana kita untuk mampu menaklukkan diri kita? Yaitu keegoisan
untuk balik memusuhinya. Maka tahlukkanlah dirimu di bawah kuasa Tuhan.
Disitulah letak kesempurnaan dari
kekudusan kita, bahwa menjadi Kristen – menjadi anak-anak Tuhan – menjadi umat
tebusan Tuhan harus memiliki nilai lebih. Tuhan Yesus ingin menempah kita
menjadi orang-orang yang luar biasa. Orang yang telah hidup dalam iman kepada
Yesus Kristus bukan lagi orang biasa, kita tidak lagi sama dengan dunia ini,
tetapi kita adalah kudus (qadosh)
artinya “berbeda”. Yang membedakan kita dengan dunia ini bahwa kita
adalah garam dan terang. Kita bukan lagi orang-orang yang hendak di garami dan
diterangi, tetapi kehadiran kita adalah memberi rasa dan makna bagi semua
orang.
Kita tidak lagi hanya
mementingkan diri sendiri, tetapi telah mementingkan arti kehadiran kita bagi
orang lain. Jika kita tahu ingin berbuat yang terbaik bagi orang lain, maka secara
otomatis kita pasti akan mengupayakan yang baik bagi diri sendiri. Ingat dan
renungkanlah, bahwa kita tidak sama dengan mereka yang belum percaya kepada
Yesus Kristus, maka tunjukkan dan perlihatkanlah Tuhan kita Yesus Kristus
melalui dirimu.
No comments :
Post a Comment