Bacaan
Firman Tuhan: Roma 12: 9-21
Hendaklah
kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan
perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara
yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai! Janganlah membalas
kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya,
kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!
Ada
sebuah cerita rakyat yang mengajarkan tentang falsafah kehidupan, yaitu kisah
tentang seekor anak elang yang dibesarkan oleh induk ayam. Dalam kisah itu di
ceritakan ketika seekor induk ayam akan mengeramkan telurnya. Petani pemilik
ayam tersebut menyelipkan satu buah telur elang. Singkat cerita, telur yang
dieramkan oleh induk ayam itu menetas semuanya termasuk telur elang yang
diselipkan petani tadi. Anak elang itu hidup bersama dengan ayam, makan makanan
ayam, bermain bersama anak ayam yang lain, mengais tanah. Hingga suatu ketika
anak elang itu sudah mulai besar dia melihat ada burung yang terbang di atas
langit. Si elang dalam hatinya berkata “alangkah
hebatnya binatang itu dapat terbang di atas langit, seandainya aku bisa terbang
seperti itu”. Dan si elang bertanya pada induk ayam: “Binatang apakah itu yang terbang di langit?” dan induk ayam
menjawab, “itu adalah burung yang
menguasai langit, mereka di takdirkan untuk terbang di atas langit sementara
kita di takdirkan untuk hidup di bawah langit mengais tanah”. Si elang pun
menerima kenyataan hidupnya sebagai seekor ayam yang dari kecil telah hidup
bersama perilaku dan kebiasaan sebagai ayam, bahkan si elang sampai mati
tetaplah menjadi seekor ayam.
1. Secara lahiriah anak elang tersebut
tetaplah elang, namun karena di besarkan bersama ayam, berperilaku seperti
ayam, maka pola pikir dan kebiasaannya pun seperti ayam.
2. Suatu kesalahan jika dilakukan secara
berulang-ulang dapat menjadi suatu kebenaran umum.
3. Suatu kesalahan dapat menjadi kebenaran ketika
sudah di anggap kebiasaan umum.
4. Kita bisa menjadi orang yang di benci
karena perkataan atau perbuatan kita berbeda dari kebiasaan orang di lingkungan
kita, padahal kita mengetahui bahwa yang kita perbuat itu adalah benar.
5. Kita dapat melakukan suatu pekerjaan
yang sebenarnya kita tidak mengerti mengapa hal itu kita perbuat, namun kita
melakukannya karena sudah menjadi kebiasaan umum.
Kehidupan
yang telah di kuasai dosa telah mengarahkan kehidupan manusia untuk menganggap
bahwa perbuatan dosa menjadi suatu kebenaran. Dosa yang telah mendarah daging
dalam kehidupan manusia. Itulah sebabnya Tuhan Yesus di tolak ketika menyatakan
kebenaran yang dating dari sorga. Ketika Yesus memperlihatkan dan mengajarkan
kasih, maka dunia menganggap itu adalah suatu kebodohan.
Ketika
Yesus menubuatkan tentang penderitaanNya, Petrus menegur Yesus dan mengatakan “Sekali-kali itu tidak akan menimpa Engkau”
namun Yesus balik menegurnya dengan keras “Enyahlah
iblis, engkau bukan memikirkan apa yang di pikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia”
Dalam
kehidupan manusia yang berdosa, menerima hormat, meninggikan diri, permusuhan
membenci musuh, pembalasan, mementingkan diri sendiri sudah menjadi kebiasaan,
dan kebiasaan itu telah di anggap menjadi suatu kebenaran. Pembalasan, membenci
musuh telah menjadi suatu kewajaran untuk dilakukan.
Hal
inilah yang hendak di ubah oleh Tuhan Yesus, supaya kita bertobat dari
kehidupan kita yang lama, bahwa kita sebenarnya adalah anak-anak Allah bukan
anak-anak Iblis. Sehingga patutlah kita merenungkan, sudah berapa lama kita
hidup bersama dengan iblis, maka minum bersamanya, meniru perilakunya sampai
dengan menerima pengajarannya yang sesat hingga kita lupa akan diri kita yang
sebenarnya. Apakah kita sampai mati akan menjadi anak-anak iblis? Seperti
cerita di atas tadi anak elang hingga akhir hidupnya tetap menjadi seekor ayam.
Apa
yang di tuliskan oleh Rasul Paulus dalam nas khotbah kita ini sebenarnya bukan
lagi untuk di terangkan dengan detail, ini hanya perlu untuk kita lakukan dan
praktekkan. Namun hal yang utama yang
hendak di sampaikan nas ini bahwa itulah perilaku, jati diri dan pola hidup
manusia yang sebenarnya. Seperti itulah manusia yang di bentuk dan dijadikan
oleh Allah dari mulanya. Ketika kita mau menghidupi cara hidup dan jati
diri kita yang sebenarnya sebagai manusia, maka disitu juga kita akan menemukan
dan menikmati hidup kita yang sebenarnya sebagai manusia. Tuhan Yesus telah
mengajarkan dan memperlihatkan pada kita bagaimana manusia dengan cara hidup
dan pola piker dan hidup yang benar, hanya dengan itulah kita berbahagia dalam
hidup ini.
Ketika
kita ingin menerima pembaharuan hidup memang bukanlah hal yang mudah. Ketika
kita sulit untuk mengasihi musuh, disitulah seharunya kita sadar bahwa kuasa
iblis sudah mendarah daging dalam hidup kita. Ketika kita ingin mencari nama,
hormat, kita berbuat sesuatu supaya di lihat orang lain, di puji dan di sanjung,
di situlah kita harus tersadar bahwa kita sudah jauh di seret-seret oleh iblis.
Ketika kita putus asa, hilang harapan dalam menghadapi pergumulan hidup kita,
kita harus sadar bahwa iblis sudah hendak memusnahkan kita seperti berada di
tepi jurang kematian.
Melalui
firman Tuhan yang di tuliskan oleh Rasul Paulus ini, kita di ajak untuk mau di
ajar, di bimbing oleh Tuhan untuk menjadi diri kita yang sebenarnya. Yaitu
manusia yang di cipta menurut rupa dan gambar Allah yang sebenarnya. Hidupalah
di dalam kasih, sebagaimana Allah adalah kasih, maka disitulah kita akan
menemukan kebahagiaan hidup kita.
No comments :
Post a Comment