Laman

Tuesday, February 14, 2017

Matius 5: 38-48 | Menjadi Sermpurna



Bacaan Firman Tuhan: Matius 5: 38-48; Imamat 19:1-2,9-18, Lukas 6: 27-36
Siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu

Sungguh indah sapaan Firman Tuhan buat kita saat ini, apalagi jika kita memadukan firman Tuhan yang tertulis dalam Imamat 19:2 dan juga Matius 5:38-48 ini. Di Imamat 19: 2 dikatakan: “Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan Allahmu, kudus”. Sementara di Matius 5: 48 dikatakan “Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna”. Sebagaimana Allah Bapa yang adalah kudus dan sempurna demikian juga panggilan kita sebagai umatNya menjadi kudus dan sempurna.

Sehingga muncullah pertanyaan: “mungkinkah kita dapat menjadi kudus dan sempurna?” ; “Mungkinkah kita bisa “sama” seperti Allah Bapa?” Jawabannya adalah “sangat mungkin” dan memang harus demikianlah. Sebab ini adalah panggilan kita sebagai umat Tuhan, bahwa kita adalah “segambar dengan Allah” (Kejadian 1:26) – “hidup sama seperti Kristus” (1 Petrus 2:6).

Pikiran dan perasaan ketidakmungkinan itu muncul adalah karena kita salah atau kurang memahami maksud Tuhan untuk menjadi kudus dan sempurna. Ketidakmungkinan untuk menjadi sama seperti Kristus jangan menjadi alasan kita mengabaikan firman Tuhan untuk dilakukan. Tetapi, “menjadi sama seperti Kristus” adalah kompas untuk menunjuk arah dan magnet yang akan menarik kita menuju kehidupan yang kudus dan sempurna. 

Kesalahpahaman dalam mengartikan dan mengaktualisasikan hidup kudus dan sempurna adalah ketika kita menganggap bahwa hidup kudus itu sebatas tidak berbuat dosa, tidak berkata kotor, tidak berbohong, tidak berzinah, tidak menyakiti orang lain, dan lain sebagainya bahwa kita seakan tidak lagi memiliki kelemahan dan kekurangan. Jika hanya sebatas itu pemahaman kita tentang arti kekudusan, maka kemampuan kita dalam melakukannya juga akan terbatas.

Lebih dari itu bahwa kita harus sempurna dalam kekudusan. Artinya, orang Kristen itu tidak egois yang hanya memikirkan dan memahami diri sendiri. Kita hidup di dalam firman Tuhan tidak hanya sebatas tentang diriku. Ibarat strategi dalam pertandingan sepak bola bahwa “bertahan” dan “menyerang” adalah satu kesatuan. Untuk dapat sempurna menghidupi firman Tuhan tidak bisa pasif (hanya bertahan) tetapi juga harus aktif (berbuat).

Firman Tuhan tidak hanya untuk direnungkan, tetapi juga untuk dilakukan. Berkat Tuhan tidak hanya untuk dinikmati sendiri tetapi juga harus dibagi. Yang kita kasihi tidak hanya orang yang mengasihi kita, tetapi juga orang yang membenci dan memusuhi kita. Keselamatan itu bukan hanya untuk kita tetapi untuk orang lain juga, maka perlu untuk memberi nasehat dan teguran bagi orang lain. Seperti Kristus datang ke dunia adalah untuk menyelamatkan semua manusia.

Sikap dan sifat egois yang hanya memandang kebaikan diri sendiri, inilah yang harus kita hilangkan dan lenyapkan dari diri kita. Sebenarnya secara teori dan praktek jauh lebih mudah berbuat kebaikan daripada kejahatan (dosa). Contohnya saja, mana lebih mudah: “membayari makanan kawan atau mencuri uang disakunya?”. Jauh lebih mudah berbuat baik daripada berbuat dosa. Namun kita akan cenderung selalu ingin berbuat dosa ketika egois itu menguasai kehidupan kita. Ketika kita sudah lebih condong untuk “menerima daripada memberi”; “dihormati daripada menghormati”; “dihargai daripada menghargai”; “dikasihi daripada mengasihi”; “membenci daripada dibenci”; “menerima maaf daripada meminta maaf”. Sehingga apapun akan kita lakukan hanya untuk diri sendiri.

Terlebih lagi jika kita diperhadapkan dengan apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam nas ini: “Siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu” ; “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. Itulah sebabnya jika ada pepatah yang mengatakan bahwa “musuh terbesar adalah diri sendiri”. Jika ada orang yang memusuhi dan yang membenci kita, sesungguhnya musuh kita bukanlah dia, melainkan diri kita sendiri. Bagaimana kita untuk mampu menaklukkan diri kita? Yaitu keegoisan untuk balik memusuhinya. Maka tahlukkanlah dirimu di bawah kuasa Tuhan.

Disitulah letak kesempurnaan dari kekudusan kita, bahwa menjadi Kristen – menjadi anak-anak Tuhan – menjadi umat tebusan Tuhan harus memiliki nilai lebih. Tuhan Yesus ingin menempah kita menjadi orang-orang yang luar biasa. Orang yang telah hidup dalam iman kepada Yesus Kristus bukan lagi orang biasa, kita tidak lagi sama dengan dunia ini, tetapi kita adalah kudus (qadosh) artinya “berbeda”. Yang membedakan kita dengan dunia ini bahwa kita adalah garam dan terang. Kita bukan lagi orang-orang yang hendak di garami dan diterangi, tetapi kehadiran kita adalah memberi rasa dan makna bagi semua orang. 

Kita tidak lagi hanya mementingkan diri sendiri, tetapi telah mementingkan arti kehadiran kita bagi orang lain. Jika kita tahu ingin berbuat yang terbaik bagi orang lain, maka secara otomatis kita pasti akan mengupayakan yang baik bagi diri sendiri. Ingat dan renungkanlah, bahwa kita tidak sama dengan mereka yang belum percaya kepada Yesus Kristus, maka tunjukkan dan perlihatkanlah Tuhan kita Yesus Kristus melalui dirimu.

No comments:

Post a Comment