Bacaan Firman Tuhan: Ayub 42:7-17
Mengikuti kisah penderitaan Ayub maka kita akan dibawa untuk melihat emosi dan pemikiran-pemikiran yang seakan-akan hendak mencoba menjawab dan memecahkan suatu misteri tentang penderitaan yang terjadi pada Ayub. Harta benda miliknya seketika lenyap, anak-anaknya meninggal dan ditambah lagi dia harus menanggung penderitaan oleh penyakit yang merongrong tubuhnya.
Sahabat-sahabat
Ayub datang untuk memberi penghiburan dan memberi tanggapan atas apa yang
terjadi pada Ayub. Mengapa penderitaan
ini terjadi pada Ayub? Sahabat-sahabat Ayub mencoba untuk menghibur dan
menerangkan tentang keadilan Tuhan yang mereka ketahui dengan menerangkan bahwa
Tuhan itu adil, ketika seseorang berbuat baik, maka kebaikan Tuhan pun akan
terjadi dalam hidup seseorang, dan sebaliknya jika seseorang itu hidup dalam
kejahatan maka penderitaan pun akan menghampirinya, artinya penderitaan Ayub
adalah karena dosanya.
Namun
Ayub tidak menemukan sesuatu yang jahat dilakukannya sehingga membangkitkan
murka Tuhan. Ayub tidak dapat menerima pikiran sahabat-sahabatnya itu yang
menganggap bahwa penderitaannya adalah karena dosanya. Justru sebaliknya Ayub
berpendapat mengapa orang yang tidak bersalah itu mendapatkan penderitaan,
bukankah ini artinya bahwa Tuhan itu tidak adil?
Melalui
kisah penderitaan Ayub, Tuhan menunjukkan bahwa jalan dan pekerjaan Tuhan
memang tidak terselami manusia. jalan-jalan Tuhan tidaklah semudah ucapan iblis
yang menganggap bahwa Ayub itu menjadi orang yang benar hanyalah karena
diberkati. Bukan juga seperti pikiran sahabat-sahabat Ayub yang berkata bahwa
keadilan Tuhan nyata ketika kita baik maka Tuhan akan mendatangkan kebaikan dan
sebaliknya jika kita jahat maka penderitaan akan datang. Tuhan juga tidaklah
semudah pikiran Ayub yang hampir saja menganggap bahwa Tuhan itu tidak
adil.
Bagaimanapun
kehebatan manusia untuk berusaha menjawab berbagai persoalan yang terjadi dalam
hidup ini, kita manusia akan selalu mempunyai keterbatasan, tidak semua hal
dapat kita jawab hanya mengandalkan nalar dan logika berpikir kita. Kita harus
tunduk dan merendahkan diri di hadapan kemahakuasaan Tuhan, jalan-jalan Tuhan
tidaklah tidaklah semudah cara berpikir kita, dan Tuhan juga tidaklah serumit
yang kita pikirkan.
Namun
Tuhan mau supaya kita mengambil langkah yang tepat sebagaimana yang dilakukan
oleh Ayub. Sekalipun penderitaan itu sudah begitu beratnya, namun Ayub selalu
mencari dan berdoa kepada Tuhan dan didalam penderitaannya itu selalu terselip
doa-doa yang tiada hentinya. Walaupun Ayub tidak menemukan jawaban tentang
semua penderitaan yang terjadi padanya, tetapi Ayub akhirnya menerima semua
jawaban dari doa-doanya kepada Tuhan. Kita diingatkan ketika masalah dan
pergumulan berat datang, jangan sampai kita terjebak di “lingkaran setan” yang
tidak ada ujungnya, penyesalan, bertanya-tanya mengapa ini terjadi bukanlah
solusi, justri ini akan memperburuk keadaan kita. Namun kita mau belajar dari
kisah Ayub untuk mencari Tuhan: “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya,
sebab Ia yang memelihara kamu” (1 Petrus 5:7)
Penderitaan
Ayub diakhiri dengan happy ending,
Tuhan memulihkan keadaan Ayub dan memberikan dua kali lipat dari apa yang telah
hilang dahulu. Tuhan membenarkan Ayub bukanlah karena kebenaran pikirannya
tentang Tuhan, tetapi adalah kerendahan hatinya datang kepada Tuhan, memohon
pengampunan Tuhan karena dia begitu tergesa-gesa untuk menilai Tuhan. Sementara
sahabat-sahabat Ayub berada dalam murka Tuhan karena mereka memiliki pemikiran
yang salah tentang Tuhan dan yang semakin mempersulit keadaan Ayub dengan
pemikiran mereka yang salah itu.
Ada
dua hal yang hendak kita perhatikan di akhir kisah Ayub ini:
1. Tuhan menyebut Ayub dengan sebutan
“hamba-Ku”
Tuhan
menyebut Ayub dengan “hamba-Ku” memperlihatkan bagaimana
kesetiaan Ayub kepada Tuhan, sekalipun dia dalam penderitaan. Walaupun Ayub
tidak tahu apa percakapan Tuhan dengan si iblis tentang dirinya, tetapi Ayub
dapat memenangkan ujian dalam penderitaannya, Ayub juga telah berhasil
mengalahkan si iblis melalui kesetiaannya kepada Tuhan dalam penderitaannya.
Tuhan
menghargai kesetiaan Ayub dalam pergumulannya, yaitu dengan menyikapi
penderitaannya sebagai pergumulan di
dalam iman dan dia memenangkannya. Ayub menang atas penderitaannya bukan
karena dapat menemukan jawaban mengapa penderitaan itu terjadi pada Ayub,
tetapi justru Ayub memenangkan penderitaannya adalah karena dia mau datang dan merendahkan
diri dihadapan Tuhan. Mempertanyakan penyebab penderitaannya bukanlah solusi
yang tepat, tetapi dia menang adalah karena mengambil sikap yang benar yaitu
merendahkan diri kepada Tuhan di dalam doa.
Sikap
yang diambil Ayub ini mengajarkan kita suatu teladan yang berharga, seperti
apapun penderitaan itu tetaplah setia kepada Tuhan, tidak terpancing bertindak
di luar kemahakuasaan Tuhan. Dan melalui penyebutan “hamba-Ku” kepada Ayub ini
mengingatkan kita dengan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus “Baik
sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia
dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara
yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius
25:21).
2. Tuhan memulihkan keadaan Ayub setelah
ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya
Jika
mengikuti kisah Ayub ini, kita mendapati perkataan Ayub yang mengatakan “penghibur
sialan kamu semua” (Ayub 16:2) kepada sahabat-sahabatnya. Niat
sahabat-sahabatnya mungkin baik untuk menguatkan Ayub, namun penghiburan yang
mereka lakukan justru adalah penghakiman. Ayub yang sudah menderita harus
ditambah lagi pahitnya kata-kata penghakiman dari sahabatnya itu. Dan kita
ketahui bahwa Ayub semakin merasakan sakitnya penderitaan itu justru adalah
setelah dikunjungi oleh sahabat-sahabatnya. Niat ketiga sahabat Ayub mungkin
baik yaitu untuk menghibur, namun cara mereka memberikan penghiburan telah
membuat Ayub semakin susah dalam penderitaannya.
Maka Tuhan murka kepada sahabat-sahabat Ayub dan Tuhan hanya akan meluputkan mereka dari murkaNya jika mereka membawa persembahan dan doa melalui Ayub. Ujian akhir dari Ayub sesungguhnya ada disini, bagaimana Ayub benar-benar layak disebut sebagai hamba Tuhan yang mampu untuk memaafkan dan berdoa bagi orang lain atau kepada sahabat-sahabatnya. Dan Ayub dapat melalui ujian akhir ini sehingga Tuhan memulihkannya.
Disini
kita mau bejalar bagaimana indahnya persekutuan dalam Tuhan. Diperlihatkan kepada
kita bahwa dibalik murka Tuhan, tersedia pengampunan dan pengampunan Tuhan itu
akan kita nikmati ketika kita mau untuk saling mengampuni dan saling mendoakan.
Sahabat Ayub mau merendahkan diri mengakui kesalahannya dan Ayub mau untuk
mengampuni dan berdoa bagi sahabatnya.
Tuhan memulihkan dan bahkan menggandakan apa yang sempat hilang dari Ayub, iman Ayub menjadi kuat dan teruji, memulihkan hubungannya dengan sahabatnya, memulihkan relasi dengan kerabatnya, mengembalikan harta dan kebahagiaan dan keluarganya. Kita dapat melihat iman Ayub yang begitu kuat, iman yang tidak tergoyahkan sekalipun segala sesuatu hilang darinya, tetapi Ayub tetap memiliki hati sebagai hamba yang selalu mau taat kepada Tuhan. Tuhan Yesus berkata “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33).
No comments:
Post a Comment