Bacaan Firman Tuhan: Kejadian 37:
23-30
Dari keduabelas anak laki-laki Yakub bernama Yusuf yang berusia 17 tahun. Dia dimanja oleh ayahnya dan secara terang-terangan menunjukkan bahwa ayahnya lebih menyayangi Yusuf dari saudaranya yang lain. Hal ini menimbulkan kecemburuan dan iri hati dari saudaranya yang lain sampai pada puncaknya kecemburuan itu meningkat menjadi rencana pembunuhan. dalam menjalankan rencana mereka itu, semula Yusuf dimasukkan ke dalam sumur yang tidak berair, namun kemudian Yehuda mengusulkan agar mereka tidak membunuh Yusuf karena tidak ada untungnya bagi mereka dan dia juga adalah darah daging mereka sendiri, tetapi jauh lebih baik mereka mendapatkan untung karena bertepatan ketika itu kafilah orang Ismael sedang melintas menuju Mesir dan menjualnya seharga dua puluh syikal perak. Beberapa hal yang dapat kita pelajari dari kisah ini:
1.
Jangan kita membiarkan iri hati dan
kecemburuan bertumbuh dan mengakar dalam diri kita, sebab tidak ada buah yang
baik kita dapatkan dari iri hati. Justru iri hati akan menjadi celah bagi si
iblis merusak kehidupan kita dan juga kehidupan sesama kita. Apabila iri hati
telah menguasai hidup kita maka iri hati akan mematikan belas kasihan kita dan
menghilangkan pri kemanusiaan kita. Ayub 5:2 dikatakan “Sesungguhnya, orang bodoh
dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati.” Bahwa
orang iri hati disamakan dengan orang bodoh dan orang bebal yang akan membunuh
dirinya sendiri karena kebodohan dan kebebalannya.
Setelah
Yusuf dimasukkan ke dalam sumur, kita dapat melihat kemudian apa yang dilakukan
oleh saudara-saudaranya itu, mereka duduk makan. Sama sekali tidak ada perasaan
bersalah ataupun belas kasihan yang tergugah untuk membayangkan nasib
saudaranya sendiri akan mati di dalam sumur. Inilah buah dari iri yang yang
selama ini sudah bertumbuh dan berakar dalam diri mereka. Selama ini mereka
merawat iri hati dan kecemburuan mereka dan saatnya mereka memetik buah dari
iri hatinya yaitu hilangnya hati nurani untuk mengasihi sesamanya bahkan darah
daging mereka sendiri. Jika kita sudah
memberikan diri dikuasai iblis, maka tak’ perduli siapapun dia, entah itu
orangtua, saudara atau siapapun akan menjadi mangsa kejahatan hati kita.
Sesuai
dengan tema minggu kita juga “manusia bukan untuk diperjualbelikan”. Yusuf akhirnya
tidak jadi mati di bunuh di sumur itu, tetapi menjualnya ke kafilah yang sedang
menuju Mesir. Dengan menjual Yusuf menjadi budak tentu perbuatan ini sama saja
memperlihatkan kejahatan hati saudara-saudaranya yang menyamakan saudaranya
sendiri sama seperti benda yang diperjualbelikan. Peri kemanusiaan saudaranya
itu telah lenyap yang tidak lagi menganggap Yusuf sebagai manusia tetapi benda
yang dengan mudah untuk diperjualbelikan demi keuntungan dua puluh syikal
perak.
Sampai
saat ini praktek memperdagangkan manusia masih marak terjadi. Terlebih memperdagangkan
anak di bawah umur dan juga perempuan. Demi keuntungan besar perdagangan
manusia terjadi, tidak lagi memperdulikan peri kemanusiaan demi keuntungan. Akibatnya
banyak orang-orang yang diperdagangkan itu dipaksa bekerja dibawah tekanan dan
kekerasan tanpa perlindungan keselamatan dan juga jaminan hidup. Manusia diperjualbelikan
untuk menjadi mesin pencetak uang oleh orang-orang yang telah mati peri
kemanusiaannya.
Baiklah
kita untuk selalu mengingat selalu apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada
kita “Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39), bahkan Tuhan
sendiri memberikan diriNya mati di kayu salib karena kasihNya kepada kita
manusia. maka jangan pernah kita menggunakan alasan apapun untuk membenci bahkan
sampai menghancurkan dan menghabisi hidup sesama kita manusia
2.
Dari kisah Yusuf ini, kita juga mau
belajar, bahwa kita tidak bisa menyelami betapa dalamnya rencana Tuhan dalam
kehidupan kita. Sekalipun suatu keadaan kelihatnya sudah mustahil bagi manusia,
namun tidak ada yang dapat menghambat rencana Tuhan. Jika Tuhan telah berencana
untuk mewujudkan rencananya melalui Yusuf, maka ada banyak jalan yang dapat
dilakukan oleh Tuhan. Seperti dalam nas ini, bahwa kita percaya para kafilah
yang melintas saat itu bukanlah hal yang kebetulan, namun ini adalah rencana
Tuhan untuk menyelamatkan Yusuf. Ini jugalah yang disaksikan oleh Yusuf
dikemudian hari setelah Yusuf menjadi orang besar di Mesir dan dia berjumpa
kembali dengan saudara-saudaranya dia bersaksi dan mengatakan “Memang
kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah
mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi
sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.” (Kejadian
50:20). Yusuf tidak membalas dendam atas perbuatan buruk dari
saudara-saudaranya itu, tetapi justru menerima semua apa yang terjadi dalam
imannya kepada Tuhan, bahwa dibalik semua kejadian Tuhan berdaulat menyatakan
rancanganNya yang terbaik bagi umat yang dikasihiNya.
Seperti
ini jugalah kita dalam menghadapi setiap apapun yang terjadi dalam hidup kita. Seberat
apapun situasi yang sedang kita hadapi, jangan kita merasa kecil hati, berputus
asa atau bahkan mempersalahkan Tuhan atas apa yang terjadi dalam diri kita. Pikiran
kita bisa terbatas untuk memahami maksud dan rencana Tuhan, sebab Tuhan juga
dapat memakai penderitaan menjadi jalan bagi kebahagiaan hidup kita. Maka tetaplah
bersyukur kepada Tuhan apapun yang sedang kita hadapi, sebab bagi Tuhan tidak
ada yang mustahil. Amin
No comments:
Post a Comment