Laman

Thursday, September 24, 2020

2 Samuel 9: 1-8 Berbuahkan Kebaikan

 Bacaan Firman Tuhan: 2 Samuel 9: 1-8

Di kitab 2 Samuel 9: 1-8 kita akan belajar memahami makna dari kebaikan. Di kisahkan kepada kita bahwa Mefiboset yang adalah anak dari Yonatan, cucu Saul raja pertama bangsa Israel. Saul dan Yonatan terbunuh dalam pertempuran dan takhta kerajaan di isi oleh Daud. Bahwa pada masa itu raja yang baru sering kali memusnahkan semua orang yang berhubungan dengan dinasti raja sebelumnya, yang dikhawatirkan adanya pemberontakan di kemudian hari. Namun Daud mengingat persahabatannya dengan Yonatan dan janjinya kepada Yonatan untuk tidak memutus kasih setianya kepada keturunannya sampai selamanya ( 1 Sam. 20:15-17).

Dalam diri Daud mungkin saja muncul perenungan yang dalam membayangkan kehidupannya dahulu dengan keadaannya sekarang dapat duduk di kursi raja dan hidup nyaman di istana yang megah. Namun semua ini dapat dirasakannya tidak terlepas dari peran sahabatnya yang telah menolongnya pada masa kekusahannya yaitu Yonatan. Maka Daud pun bertanya: "Masih adakah orang yang tinggal dari keluarga Saul? Maka aku akan menunjukkan kasihku kepadanya oleh karena Yonatan."

Daud mendapat informasi dari hamba Saul yaitu Ziba yang mengatakan bahwa masih ada keluarga Saul yang tertinggal, yaitu seorang anak laki-laki Yonatan yang cacat kakinya, lebih tepatnya kedua kakinya timpang yang bernama Mefiboset. Kedua kaki Mefiboset timpang ketika inang pengasuhnya membuatnya terjatuh ketika dia dibawa lari dengan tergesa-gesa setelah mengetahui kabar bahwa Saul dan Yonatan telah mati, yang saat itu umur Mefiboset adalah lima tahun (2 Sam. 4:4).

Mengetahui informasi ini, Daud segera memerintahkan untuk membawa Mefisobet ke istana. Tidak ada pertimbangan bagi Daud yang membuatnya ragu dan berfikir untuk membawa dia ke istana yang walaupun kondisi fisik Mefiboset yang cacat. Tidak ada batasan syarat atau halangan dalam diri Daud untuk membawa Mefisobet ke istana karena ketidak sempurnaan fisiknya. Misi Daud hanya satu, yaitu “Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah” (ay. 3). Daud menunjukkan kasihnya kepada Mefiboset dengan mengembalikan segala ladang Saul neneknya dan juga makan sehidangan dengan Daud. Artinya bahwa Daud menjamin kehidupan Mefiboset di istana, seperti pengakuan Mefiboset sendiri tentang dirinya yang seperti “anjing mati” namun sekarang dia dapat duduk sehidangan dengan Daud, sebelumnya dia takut akan di bunuh karena masih keluarga dari Saul, namun kenyataannya dia dikasihi tinggal di istana raja.

Apa yang dilakukan oleh Daud ini menggambarkan kepada kita juga dengan apa yang dilakukan oleh Tuhan kepada kita orang berdosa. Bahwa Tuhan memanggil dan memilih kita menjadi anakNya untuk mewarisi kerajaan sorga bukanlah karena kebaikan kita. Bukan karena kebenaran kita sehingga kita dikasihi Tuhan, namun kita ini hanyalah orang cacat dan tidak berdaya oleh karena dosa, atau seperti istilah Mefiboset yang mengatakan "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?", siapa kita ini? Kita hanyalah orang yang hina karena dosa dan kejahatan kita, namun Tuhan mau menyelamatkan kita dengan memberikan hidupnya mati di kayu salib bagi keselamatan kita. Sama seperti Daud yang menerima Mefiboset ke dalam istana bukan karena kebaikan yang ada dalam diri Mefiboset, tetapi Daud mengingat janji setianya kepada sahabatnya Yonatan. Demikian halnya dengan Tuhan Yesus yang mengasihi kita dan dilayakkan menjadi anakNya dan satu meja perjamuan dengan Tuhan adalah mengingat akan janji kasih setiaNya kepada umatNya.

Tuhan Yesus telah memperlihatkan kepada kita kebaikan Allah melalui kasihNya yang tidak terselami dalamnya, apa yang dilakukan oleh Allah di dalam Tuhan Yesus menjadi teladan terbesar tentang kebaikan. Namun Alkitab juga mencacat beberapa tokoh yang menghidupi kasih Tuhan dalam hidupnya yang juga menjadi teladan dan pengajaran kepada kita dalam menghidupi kebaikan dalam hidup ini. Salah satunya adalah Daud dalam nas ini. Kita hendak mendalami lebih dalam lagi ketulusan hati dan perbuatan Daud yang berkata dalam nas ini “Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah” (ay. 3).

Apa yang dapat kita pelajari dari ungkapan ini? Jika Daud hendak menunjukkan kasih Allah kepada orang lain, adalah karena Daud telah merasakan, melihat dan menyaksikan sendiri kasih Allah dalam dirinya. Daud dapat merasakan bagaimana penggembalaan Tuhan dalam dirinya, dari seorang gembala domba menjadi raja di Israel, Daud juga dapat merasakan pengalaman hidup bersama dengan penyertaan Tuhan, maka Daud mau supaya kasih Tuhan itu juga dirasakan oleh orang lain, lihat dan rasakanlah betapa baiknya Tuhan itu.

Kebaikan Daud kepada Mefiboset tidak lagi hanya semata-mata karena balas budi atau balas jasa dan bukan hanya karena janji setianya kepada sahabatnya Yonatan, tetapi jauh lebih dalam lagi bahwa Daud hendak memperlihatkan kasih Allah itu dan supaya orang lain juga dapat merasakan kasih setia Allah. Daud telah merasakan bagaimana kasih Allah yang menyertai hidupnya, sekalipun di tengah-tengah kesukaran Tuhan menyertai dia dengan memberinya seorang sahabat yang baik yaitu Yonatan, semuanya itu adalah penggembalaan Tuhan dalam hidupnya.

Apa yang dilakukan oleh Daud disini adalah teladan bagi kita juga dalam menghidupi kebaikan dalam kehidupan ini. Kita menghidupi kebaikan bukan untuk mengharapkan balasan kebaikan dari orang lain ataupun dari Tuhan, tetapi kita mau melakukan kebaikan adalah karena kita sudah terlebih dahulu merasakan kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Pengakuan kita akan limpahan kebaikan Tuhan dalam hidup kita sejatinya juga akan berbuahkan kebaikan yang akan dapat dirasakan orang lain.

Setiap saat kita memiliki peluang yang tidak terbatas untuk menghidupi kebaikan, ada banyak jalan dan cara yang dapat kita lakukan untuk menyatakan kebaikan bagi orang lain. Bagaimana supaya kita selalu menjadi berkat bagi orang lain, menjadi sumber kebaikan, sukacita kepada orang lain. Jangan kita membatasi kebaikan itu berbuah dalam hidup kita, sebab Tuhan juga tidak membatasi berkat dan kebaikanNya dalam hidup kita.

Kebaikan dalam diri kita adalah buah Roh Kudus yang bekerja dalam diri kita, orang yang melakukan kebaikan karena ada maunya, dibalik kebaikannya ada maksud dan tujuan lain, itu adalah kebaikan yang palsu, manusia mungkin saja bisa kita dustai, tetapi kita tidak bisa mendustai Tuhan. Ketulusan kita melakukan kebaikan akan tercipta ketika kita melakukan kebaikan itu bukan untuk manusia tetapi untuk Tuhan.

Kebaikan itu juga hendaknya berbuah dengan tidak memandang orang. Siapapun orangnya, bahkan orang yang memusuhi kita sekalipun, biarkan kebaikan itu menghasilkan buahnya. Sebab demikian juga Allah berbuat baik kepada kita, Mazmur 145: 9 dikatakan “TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya.” Kita berbuat baik kepada saudara, sahabat, tetangga atau orang-orang yang kita kenal itu mungkin sudah biasa yang sudah menjadi bahagian dari kehidupan sosial kita sehari-hari. Namun kebaikan yang diharapkan buahnya dari kita jauh lebih dari situ, di Matius 25:40 Tuhan Yesus berkata “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” – “Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” (Matius 25: 35-36)

Maka, langkah-langkah apa yang dapat kita lakukan untuk mengembangkan kebaikan dalam diri kita? Mari kita jauhkan diri dari keegoisan yang hanya mementingkan diri sendiri, mari kita melatih diri untuk peka akan kebutuhan orang lain. Kita mau menjadi berkat bagi orang lain, melalui perkataan, tindakan dan perbuatan kita. Jangan tunggu orang lain berbuat baik kepada kita, selalu ambil langkah pertama untuk melakukan kebaikan bagi orang lain.

No comments:

Post a Comment