Bacaan Firman Tuhan: Yunus 3:10-4:11; Filipi 1:21-30
Niniwe
adalah kota dimana Tuhan perintahkan Yunus untuk menyampaiakan seruan
Tuhan karena kejahatan mereka “Empat puluh hari lagi, maka
Niniwe akan ditunggangbalikkan”. Mendengarkan seruan itu
ternyata orang Niniwe percaya kepada Allah dan mulai dari raja, semua
rakyat sampai ternak-ternak ikut untuk berpuasa dan mengenakan kain
kabung untuk menyesali segala perbuatannya dan meninggalkan semua
tingkah lakunya yang jahat dengan harapan Allah akan berpaling dari
amarahNya yang menyala-nyala sehingga mereka tidak binasa. Melihat
perbuatan mereka, Allah menyesal atas malapetaka yang dirancangkanNya
atas orang-orang Niniwe, akhirnya Allah tidak jadi melakukan
hukumanNya atas mereka.
Sebagai
seorang nabi, seharusnya Yunus bangga dan senang atas pertobatan
orang-orang Niniwe. Namun, bagi Yunus pembatalan hukuman bagi
orang-orang Niniwe ini mengesalkan hatinya bahkan ia marah kepada
Tuhan dan mengatakan “Jadi sekarang ya Tuhan cabutlah nyawaku,
karena lebih baik aku mati daripada hidup”. Yunus menghendaki
Tuhan konsekwen terhadap keputusan yang telah dibuatnya, bahwa
Tuhan akan mendatangkan hukuman kepada Niniwe atas kejahatan mereka.
Tetapi yang terjadi Allah “menyesal” merancangkan hukuman bagi
mereka, karena pertobatan orang-orang Niniwe. Padahal ia sudah keluar
dari kota itu untuk menantikan apa yang akan terjadi atas kota itu
(ay. 5).
Bagi
Yunus, muncul pertentangan antara kasih Allah dengan hakikat
keadilan, bahwa orang-orang Niniwe harusnya dihukum walaupun mereka
telah bertobat. Dia mengharapkan keadilan Allah, sebab bagaimana
mungkin kejahatan mereka yang begitu besarnya dapat diampuni dengan
sekejap mata hanya dengan berkabung dan berpuasa. Seharusnya Allah
memberikan hukuman yang setimpal atas kejahatan mereka dan barulah
Tuhan memberikan keselamatan yang setimpal dengan pertobatannya.
Yunus mengharapkan adanya keringanan hukuman sebab mereka telah
bertobat bukan pembatalan hukuman.
Mengapa
Yunus marah terhadap keputusan Tuhan itu?
- Yunus tidak ingin Niniwe diselamatkan
Disini
menjadi terungkap mengapa Yunus yang pada awalnya melarikan diri ke
Tarsis dan bukan ke Niniwe sesuai dengan panggilan Tuhan padanya.
Bahwa memang Yunus sejak awal sudah tahu sifat Allah yang pengasih,
penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih (ay. 2). Bahwa memang
Yunus tidak ingin Niniwe diselamatkan oleh Tuhan, bukan hanya karna
mereka adalah non Israel tetapi mereka juga adalah musuh dari orang
Israel. Sejak awal Yunus sudah takut bahwa seruan penghukuman itu
justru akan mendatangkan keselamatan bagi mereka jika bertobat karena
sifat Allah tersebut.
- Merasa Bahwa reputasinya sebagai nabi telah jatuh
Sudah
jelas bahwa nubuat yang telah disampaikannya tentang penghukuman bagi
orang-orang Niniwe itu tidak lagi terjadi, karena Allah telah
membatalkan hukumanNya karena pertobatan orang-orang Niniwe. Hal ini
jelas kekesalan dalam tugas panggilannya sebagai nabi sehingga harus
mengatakan “karena lebih baik aku mati daripada hidup”. Atau
dalam bahasa lain mungkin
dapat dikatakan“Mau ditaruh kemana lagi wajahku sebagai
nabi yang nubuatnya tidak terjadi?, bukankah lebih baik aku mati
daripada menanggung malu seumur hidup?”. Jika
kita perbandingkan dengan Ulangan 18:21-22 untuk mengetahui perkataan
yang tidak difirmankan oleh Tuhan adalah jika yang diucapkan seorang
nabi itu tidak terjadi dan tidak sampai.
Apakah
sikap Yunus yang kesal dan marah kepada Tuhan ingin menyatakan bahwa
dia memang layak untuk melakukannya karena Tuhan telah salah dalam
membuat keputusan? Atau justru Yunus yang salah memahami Allah?
Yunus
dalam kekesalan dan kemarahannya diberikan Tuhan pengertian dan
pemahaman atas apa yang telah Tuhan putuskan terhadap hidup
orang-orang Niniwe. Untuk menjawab kekesalan hatinya, apakah memang
Yunus layak marah kepada Tuhan atau tidak, yakni dengan kejadian yang
langsung dapat di rasakannya dalam hidupnya sesuai dengan penentuan
Tuhan, supaya Yunus lekas dapat mengerti atas keputusan Tuhan. Yakni:
Tuhan
menumbuhkan sebatang pohon jarak yang melampaui kepala Yunus
untuk menaunginya dan Yunus bersukacita karena pohon jarak itu.
Esoknya
ketika fajar menyingsing datanglah seekor ulat yang menggerek
pohon itu, sehingga layu.
Dan
bertiuplah angin timur yang panas terik dan matahari menyakiti
kepala, lalu rebahlah ia lesu.
Tuhan
berfirman: “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?”
Yunus
menjawab: “Selayaknyalah aku marah sampai mati”
Jika
Yunus begitu mengasihi pohon jarak yang tidak ditanamnya itu, maka
bagaimanapula marahnya jika ia yang menanam dan memelihara pohon itu?
Jika
Tuhan yang menciptakan dan memelihara orang-orang Niniwe dan mereka
bertobat dari kelakuannya yang jahat, bagaimana mungkin Tuhan tidak
mengasihi mereka?
Sehingga
apa gunanya kota Niniwe dihancurkan yang penduduknya telah bertobat?
Renungan
yang bisa kita ambil dari nas kita ini:
- Tidak ada sekecil apapun dosa yang luput dari hukuman Allah dan tidak ada sebesar apapun dosa yang tidak diampuni oleh Allah. Ini adalah kasih dan keadilan Allah. Karena Allah mengasihi ciptaanNya, sehingga Allah tidak menghendaki kebinasaan manusia itu karena dosa, Allah menghendaki keselamatan manusia itu. Jika Tuhan harus menghukum setimpal dengan kesalahan kita, maka seorangpun dari manusia tidak akan ada yang selamat dari penghukumanNya. Namun Allah mengasihi ciptaanNya dengan memberitakan pertobatan dari kasihNya yang besar.
- Keselamatan Tuhan adalah untuk semua orang, bukan untuk golongan, suku, bangsa tertentu. “Tuhan itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikanNya” (Mzm. 145:9)Melalui kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus telah memanggil kita menjadi bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri untuk memberitakan perbuatan-perbuatan besar dari Allah (1 Ptr. 2:9). Jika ada saudara kita berdosa lalu bertobat dan Tuhan mengampuni apakah kita senang atau justru marah, jengkel seperti Yunus? Seharusnya kita harus bersukacita jika Tuhan memakai hidup kita sebagai alat keselamatanNya, dan itu jugalah yang menjadi panggilan hidup kita sebagai orang percaya. Kita kembali lagi seperti khotbah minggu lalu bahwa kita jangan egois hanya memikirkan keselamatan diri sendiri tanpa perduli keselamatan orang lain. Biarlah kita sama-sama bersukacita memuji Tuhan sebab Allah telah membuka jalan keselamatan bagi kita. Dapat kita bandingkan dengan perumpamaan Tuhan Yesus “Tentang orang-orang upahan di kebun anggur” (Mat. 20:1-16), “Perumpamaan tentang anak yang hilang” (Luk. 15: 11-32) dan juga “Perumpamaan tentang domba yang hilang” (Mat. 18:12-14)
Terimaksih untuk renungannya, gampang dimengerti dan menyejukkan hati. Tuhan memberkati
ReplyDelete