Laman

Wednesday, September 10, 2014

Yunus 3:10-4:11 | Kasih Allah Yang Tidak Terbatas

Bacaan Firman Tuhan: Yunus 3:10-4:11; Filipi 1:21-30
Niniwe adalah kota dimana Tuhan perintahkan Yunus untuk menyampaiakan seruan Tuhan karena kejahatan mereka “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan”. Mendengarkan seruan itu ternyata orang Niniwe percaya kepada Allah dan mulai dari raja, semua rakyat sampai ternak-ternak ikut untuk berpuasa dan mengenakan kain kabung untuk menyesali segala perbuatannya dan meninggalkan semua tingkah lakunya yang jahat dengan harapan Allah akan berpaling dari amarahNya yang menyala-nyala sehingga mereka tidak binasa. Melihat perbuatan mereka, Allah menyesal atas malapetaka yang dirancangkanNya atas orang-orang Niniwe, akhirnya Allah tidak jadi melakukan hukumanNya atas mereka.

Sebagai seorang nabi, seharusnya Yunus bangga dan senang atas pertobatan orang-orang Niniwe. Namun, bagi Yunus pembatalan hukuman bagi orang-orang Niniwe ini mengesalkan hatinya bahkan ia marah kepada Tuhan dan mengatakan “Jadi sekarang ya Tuhan cabutlah nyawaku, karena lebih baik aku mati daripada hidup”. Yunus menghendaki Tuhan konsekwen terhadap keputusan yang telah dibuatnya, bahwa Tuhan akan mendatangkan hukuman kepada Niniwe atas kejahatan mereka. Tetapi yang terjadi Allah “menyesal” merancangkan hukuman bagi mereka, karena pertobatan orang-orang Niniwe. Padahal ia sudah keluar dari kota itu untuk menantikan apa yang akan terjadi atas kota itu (ay. 5).

Bagi Yunus, muncul pertentangan antara kasih Allah dengan hakikat keadilan, bahwa orang-orang Niniwe harusnya dihukum walaupun mereka telah bertobat. Dia mengharapkan keadilan Allah, sebab bagaimana mungkin kejahatan mereka yang begitu besarnya dapat diampuni dengan sekejap mata hanya dengan berkabung dan berpuasa. Seharusnya Allah memberikan hukuman yang setimpal atas kejahatan mereka dan barulah Tuhan memberikan keselamatan yang setimpal dengan pertobatannya. Yunus mengharapkan adanya keringanan hukuman sebab mereka telah bertobat bukan pembatalan hukuman.

Mengapa Yunus marah terhadap keputusan Tuhan itu?
      1. Yunus tidak ingin Niniwe diselamatkan
Disini menjadi terungkap mengapa Yunus yang pada awalnya melarikan diri ke Tarsis dan bukan ke Niniwe sesuai dengan panggilan Tuhan padanya. Bahwa memang Yunus sejak awal sudah tahu sifat Allah yang pengasih, penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih (ay. 2). Bahwa memang Yunus tidak ingin Niniwe diselamatkan oleh Tuhan, bukan hanya karna mereka adalah non Israel tetapi mereka juga adalah musuh dari orang Israel. Sejak awal Yunus sudah takut bahwa seruan penghukuman itu justru akan mendatangkan keselamatan bagi mereka jika bertobat karena sifat Allah tersebut.

      1. Merasa Bahwa reputasinya sebagai nabi telah jatuh
Sudah jelas bahwa nubuat yang telah disampaikannya tentang penghukuman bagi orang-orang Niniwe itu tidak lagi terjadi, karena Allah telah membatalkan hukumanNya karena pertobatan orang-orang Niniwe. Hal ini jelas kekesalan dalam tugas panggilannya sebagai nabi sehingga harus mengatakan “karena lebih baik aku mati daripada hidup”. Atau dalam bahasa lain mungkin dapat dikatakan“Mau ditaruh kemana lagi wajahku sebagai nabi yang nubuatnya tidak terjadi?, bukankah lebih baik aku mati daripada menanggung malu seumur hidup?”. Jika kita perbandingkan dengan Ulangan 18:21-22 untuk mengetahui perkataan yang tidak difirmankan oleh Tuhan adalah jika yang diucapkan seorang nabi itu tidak terjadi dan tidak sampai.

Apakah sikap Yunus yang kesal dan marah kepada Tuhan ingin menyatakan bahwa dia memang layak untuk melakukannya karena Tuhan telah salah dalam membuat keputusan? Atau justru Yunus yang salah memahami Allah?
Yunus dalam kekesalan dan kemarahannya diberikan Tuhan pengertian dan pemahaman atas apa yang telah Tuhan putuskan terhadap hidup orang-orang Niniwe. Untuk menjawab kekesalan hatinya, apakah memang Yunus layak marah kepada Tuhan atau tidak, yakni dengan kejadian yang langsung dapat di rasakannya dalam hidupnya sesuai dengan penentuan Tuhan, supaya Yunus lekas dapat mengerti atas keputusan Tuhan. Yakni:

Tuhan menumbuhkan sebatang pohon jarak yang melampaui kepala Yunus untuk menaunginya dan Yunus bersukacita karena pohon jarak itu.
Esoknya ketika fajar menyingsing datanglah seekor ulat yang menggerek pohon itu, sehingga layu.
Dan bertiuplah angin timur yang panas terik dan matahari menyakiti kepala, lalu rebahlah ia lesu.
Tuhan berfirman: “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?”
Yunus menjawab: “Selayaknyalah aku marah sampai mati”


Jika Yunus begitu mengasihi pohon jarak yang tidak ditanamnya itu, maka bagaimanapula marahnya jika ia yang menanam dan memelihara pohon itu?
Jika Tuhan yang menciptakan dan memelihara orang-orang Niniwe dan mereka bertobat dari kelakuannya yang jahat, bagaimana mungkin Tuhan tidak mengasihi mereka?
Sehingga apa gunanya kota Niniwe dihancurkan yang penduduknya telah bertobat?

Renungan yang bisa kita ambil dari nas kita ini:
      1. Tidak ada sekecil apapun dosa yang luput dari hukuman Allah dan tidak ada sebesar apapun dosa yang tidak diampuni oleh Allah. Ini adalah kasih dan keadilan Allah. Karena Allah mengasihi ciptaanNya, sehingga Allah tidak menghendaki kebinasaan manusia itu karena dosa, Allah menghendaki keselamatan manusia itu. Jika Tuhan harus menghukum setimpal dengan kesalahan kita, maka seorangpun dari manusia tidak akan ada yang selamat dari penghukumanNya. Namun Allah mengasihi ciptaanNya dengan memberitakan pertobatan dari kasihNya yang besar.

      2. Keselamatan Tuhan adalah untuk semua orang, bukan untuk golongan, suku, bangsa tertentu. “Tuhan itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikanNya” (Mzm. 145:9)
        Melalui kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus telah memanggil kita menjadi bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri untuk memberitakan perbuatan-perbuatan besar dari Allah (1 Ptr. 2:9). Jika ada saudara kita berdosa lalu bertobat dan Tuhan mengampuni apakah kita senang atau justru marah, jengkel seperti Yunus? Seharusnya kita harus bersukacita jika Tuhan memakai hidup kita sebagai alat keselamatanNya, dan itu jugalah yang menjadi panggilan hidup kita sebagai orang percaya. Kita kembali lagi seperti khotbah minggu lalu bahwa kita jangan egois hanya memikirkan keselamatan diri sendiri tanpa perduli keselamatan orang lain. Biarlah kita sama-sama bersukacita memuji Tuhan sebab Allah telah membuka jalan keselamatan bagi kita. Dapat kita bandingkan dengan perumpamaan Tuhan Yesus “Tentang orang-orang upahan di kebun anggur” (Mat. 20:1-16), “Perumpamaan tentang anak yang hilang” (Luk. 15: 11-32) dan juga “Perumpamaan tentang domba yang hilang” (Mat. 18:12-14)

1 comment:

  1. Terimaksih untuk renungannya, gampang dimengerti dan menyejukkan hati. Tuhan memberkati

    ReplyDelete