Bacaan Firman Tuhan: Roma 13:8-14
Dalam
nas ini Paulus menyatakan: “Kasih adalah kegenapan hukum Taurat”
- Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat (Mat. 5:17; Roma 10:4).
Sehingga kita yang telah percaya kepada Kristus bukan lagi
orang-orang yang berada di bawah hukum Taurat tetapi berada di bawah
kasih karunia (Rm. 6:14) dan kita juga telah mati bagi hukum Taurat
(Rm. 7:4) supaya kita hidup untuk Allah (Gal. 2:19).
Keselamatan
bagi kita tidak terdapat dalam hukum Taurat – melakukan hukum
Taurat bukanlah jalan keselamatan. Bukan artinya hukum Taurat itu
tidak berguna, namun kita telah ditebus Kristus dari kutuk hukum
Taurat. Tuntutan untuk melakukan hukum Taurat itu tetap berlaku,
sebab sama seperti Kristus yang adalah kegenapan hukum Taurat, maka
kasih adalah kegenapan hukum Taurat. Karena pada saat kita mengasihi
sesama kita, maka pada saat yang sama pula kita sedang memenuhi hukum
Taurat.
Sehingga
yang mau di ubah adalah sikap kita dalam memenuhi hukum Taurat, yakni
melakukannya bukan karena takut akan hukuman maupun supaya
mendapatkan pahala, justru kita melakukannya adalah kewajiban kita
sebagai orang-orang yang telah hidup dalam keselamatan di dalam
Kristus. Memenuhi hukum Taurat adalah karena kasih Allah yang telah
di curahkan dalam hidup kita, yang mendorong kita melakukan hukum
Taurat. Kita melakukannya bukan karena takut akan hukuman yang
memikirkan keselamatan secara kedagingan, namun kita melakukannya
karena kita adalah anak-anak terang (Ef. 5:8). Maka kasih yang
dilakukan oleh orang percaya bukan lagi karena takut akan hukuman,
tetapi kasih menjadi sikap dasar yang tertanam di dalam hidup.
Nas
ini merupakan kelanjutan dari Roma 13:1-7 mengenai kepatuhan terhadap
pemerintah:
“Bayarlah
kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang
berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai;
rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat
kepada orang yang berhak menerima hormat.” (ay.7)
Maka
Paulus melanjutkannya terhadap kewajiban seorang Kristen di hadapan
Allah:
“Janganlah
kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu
saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia
sudah memenuhi hukum Taurat.” (ay. 8)
Bahwa
kita memiliki kewajiban untuk melunasi hutang-hutang kita kepada
semua orang, yakni mengasihi sesama kita. Sebab kita adalah
orang-orang yang berhutang (Rm. 8:12), karena Kristus telah menebus
kita dari kutukan dosa yaitu maut. Dengan mengasihi sesama kita maka
kita melunasi hutang kita, hutang yang dimaksud disini sifatnya
adalah kekal, sebab kita tidak pernah bisa berhenti untuk melunasi
yang namanya kasih. Sebab disetiap perjalanan hidup kita akan selalu
ada kesempatan dan keadaan yang baru untuk kita mengasihi orang lain.
Dari
pemahaman di atas kita dapat melihat bahwa kasih adalah hukum Allah
yang utama dan yang terutama (Mrk. 12:29-31) yang menjadi kewajiban
orang percaya. Hukum kasih bukan untuk memasukkan ataupun membawa
dampak bagi diri (eksklusif) yang egois yang mementingkan keselamatan
diri sendiri, justru hukum kasih membawa dampak keluar (inklusif)
yakni menyatakan kasih kepada orang lain, sebab kasih itu telah
menjadi pola sikap dan dasar hidup orang percaya. Sehingga apapun
yang akan dilakukan semuanya berdasar pada kasih yang telah
ditanamkan dalam dirinya.
Lebih
tegas lagi dapat dikatakan bahwa penolakan untuk berbuat kasih
adalah wujud dari penolakan kasih Allah dalam diri seseorang.
Mengapa ada orang yang sulit untuk melakukan kasih? Karena dia tidak
mau menerima seruan pertobatan dari Tuhan. Ada penolakan dari dalam
diri untuk mau di perbaharui oleh Tuhan. Seperti Paulus katakan,
bahwa ia masih mau untuk “merawat tubuh untuk memuaskan
keinginannya” bukan keinginan Tuhan.
Dan
lebih sulit lagi bagi seseorang untuk melakukan kasih bila ia merasa
diri orang benar dan menyembunyikan kesalahan dan dosa-dosanya.
Secara psikologis orang-orang seperti ini adalah orang yang sensitif.
Hanya sedikit pemicunya dapat menimbulkan amarah, kebencian, sakit
hati dan dendam. Seperti orang yang menyembunyikan borok dalam
dirinya, karena sedikit disinggung borok tersebut, maka akan
menimbulkan reaksi yang besar.
Jika
kita mau menyadari bahwa setiap orang pasti memiliki kesalahan dan
dosa, maka tidak ada alasan bagi kita untuk saling membenarkan diri
dalam kesalahan kita. Tuhan mengajak kita untuk meninggalkan sikap
pembenaran diri dan agar kita hidup dalam kasihNya yang besar yaitu
pengampunan. Jika kita telah hidup dalam sikap pertobatan, maka kita
akan lebih perduli dan menerima orang lain, sehingga kasih terhadap
sesama akan mampu kita lakukan. Maka kita berbuat kasih adalah karena
Allah sedang dan akan terus bekerja dalam kehidupan kita untuk
memulihkan hati, pikiran dan sikap kita.
Paulus
mengingatkan kita “Hari sudah jauh malam, telah hampir siang”
bahwa Tuhan Yesus akan segera kembali dan kita tidak tahu kapan
datangnya. Namun yang pasti ketika Yesus datang kita didapati adalah
orang-orang yang tidak bercacat yang dipulihkan oleh darah Anak Domba
yang kudus.
No comments:
Post a Comment