Stefanus adalah martir pertama pengikut Kristus dengan meregang nyawa dengan cara yang sadis, yaitu dengan hukuman rajam. Jika kita boleh membayangkan atau pernah menyaksikan video tentang pelaksanaan hukuman rajam maka sebagai manusia hati kita pasti sangat tersayat terlebih kita sebagai pengikut Kristus ketika Stefanus menerima lemparan batu sampai mati.
Perkataan-perkataan Stefanus telah membangkitkan amarah anggota-anggota Majelis Agama, mereka tidak dapat menerima perkataan Stefanus sebagai suatu teguran namun sebagai perkataan yang menusuk hati yang membangkitkan kemarahan besar.
Sebagai orang Kristen bagaimana kita merenungkan kematian Stefanus ini? Yang pasti bahwa tidak ada seorangpun atau barang sesuatu apapun yang dapat membantah Firman Tuhan selain membantah dengan sikap kebencian dan amarah. Kematian Stefanus ini telah mengingatkan kita bahwa kuasa maut telah dikalahkan dan dipatahkan oleh Tuhan Yesus yang memberikan kepada kita kemenangan atas kuasa maut melalui kebangkitanNya dari antara orang mati. Kematian daging bukan lagi sesuatu yang harus ditakutkan oleh orang-orang yang beriman pada Tuhan, sekalipun setiap saat kita berhadapan dengan bahaya maut dan kita dipandang seperti domba-domba sembelihan (Roma 8:36).
Melalui nas ini beberapa hal yang boleh kita refleksikan ditengah-tengah kehidupan kita:
1. Bersaksi dengan kesungguhan iman
Dalam arti, kita tidak asal percaya, namun benar-benar memiliki kesungguhan dalam iman kepada Tuhan Yesus. Bahasa kiasan yang sering dipakai "Kristen KTP". Mampu untuk menyaksikan iman yang bukan di mulut atau melalui kata-kata saja, tetapi memang benar-benar mampu disaksikan kepada semua orang tanpa takut dan gentar. Nyatakan kepada semua orang bahwa kita adalah Kristen bukan dari status namun dari sikap dan tindakan nyata.
Jika ada orang yang mencari jodoh, pekerjaan dan jabatan sehingga harus meninggalkan ataupun menyangkal imannya, itu bukan Kristen yang sungguh-sungguh namanya.
Jika ada yang mengaku Kristen, namun masih mau berkompromi dengan korupsi dan tindakan-tindakan kecurangan, itu bukan orang yang sungguh-sungguh beriman.
Jika ada yang karena sakit penyakit yang diderita harus pergi mencari kesembuhan kepada dukun atau kekuatan-kekuatan duniawi, itu namanya bukan orang kristen yang sunggu-sungguh.
Namun haruslah kita menjadi orang-orang yang mampu untuk menyaksikan iman disetiap kondisi kehidupan kita. Apapun yang boleh terjadi dalam hidup ini, tetaplah berpegang pada iman kita dan nyatakanlah kepada semua orang bahwa kita memiliki iman yang benar.
2. Bersaksi dengan kasih
Tuhan Yesus memperingatkan kita: "Kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku" (Mat. 10:22). Namun demikian Tuhan Yesus memperingatkan kita supaya jangan pernah takut dan gentar, sebab Dia mengatakan untuk tidak pernah takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi takutlah kepada Dia yang dapat membunuh tubuh dan jiwa (Mat. 10:28). Tuhan mengaruniakan kepada kita Roh-Nya untuk tetap dapat bersaksi diantara orang-orang yang tidak mengenal Allah bahwa anak-anak Allah memiliki sikap "memaafkan" sebagaimana Allah Bapa kita adalah Kasih. Demikian halnya dengan Stefanus yang dipenuhi dengan Roh Kudus bahwa dalam siksaan yang dia terima melalui hukuman rajam yang diterimanya mampu menyaksikan sikap permohonan maaf kepada Tuhan atas perbuatan mereka. Biarlah kasih menjadi kesaksian kita bagi mereka yang membenci dan memusuhi kita karena iman kepada Tuhan Yesus dengan tetap memaafkan perbuatan mereka.
***
Ada banyak tantangan iman kita di dunia ini, tetapi justru disitulah kesaksian iman kita harus dinyatakan. Kita bersaksi pada di dunia ini bahwa hanya Yesus-lah jalan dan kebenaran hidup. Kita menyerahkan hidup kita kepada Tuhan agar dipakai menjadi alat keselamatanNya dengan menyaksikan kebenaran hidup itu melalui kehidupan kita yang sungguh-sungguh beriman dan taat kepada FirmanNya. Amin
No comments:
Post a Comment