Bacaan Firman Tuhan: Mikha 6:1-8
Melalui nabi Mikha
Tuhan mempertanyakan perbuatan umatNya yang hidup dalam kejahatan. Bahkan mereka
mencoba untuk melakukan pendekatan kepada Allah seperti yang dilakukan oleh
bangsa-bangsa lain kepada dewa-dewanya dengan mempersembahkan korban.
Apa yang Tuhan tuntut dari
umatNya? Apakah korban bakaran lembu dan dan domba jantan; puluhan ribu curahan
minyak?; atau mempersembahkan anak sulung? (ay. 6-7). Sama sekali Tuhan tidak
menginginkan kesetiaan umat karena pertukaran. Sebab sebanyak apapun
persembahan itu tidak akan berarti bagi Tuhan sebab perbuatan mereka tidak
sejalan dengan kasih setiaNya, sebab kasihNya bukan untuk diperjualbelikan.
Dalam nas kita ini, nabi Mikha
memperlihatkan bagi kita bagaimana kesetiaan Tuhan dan juga ketidaksetiaan
umatNya. Adakah hal yang telah diperbuat Tuhan sehingga umatNya harus melakukan
kejahatan? Namun sebaliknya Tuhanlah yang telah menuntun, menyelamatkan dan
membebaskan umatNya. Tuhan tidak menuntut umatNya dengan hal-hal yang aneh-aneh
selain dari berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup rendah hati dihadapan
Allah.
Tuhan juga ingin berperkara
kepada kita umatNya pada jaman sekarang! Berkat dan Kasih karuniaNya telah
diberikan kepada kita, namun mengapa kita masih saja memperlihatkan
ketidaksetiaan kita kepada Tuhan?
Seakan-akan Tuhan menuntut harta
dan kekayaan yang kita miliki untuk dipersembahkan kepadaNya sehingga hal itu menurut kita telah
menyenangkan hati Tuhan, padahal yang dituntut Tuhan dari kita tidak lain
adalah melakukan hal yang baik yang telah diberitahukan kepada kita yaitu
berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup rendah ahti dihadapan Allah.
Tuhan telah memberitahukan kepada
kita akan apa yang baik, bahkan tidak ada teladan yang jauh lebih besar
daripada kebaikan Allah sendiri melalui Yesus Kristus yang mau menyatakan
diriNya diantara manusia dan juga teladan kebaikan hati, kasih dan
pengajaranNya terlebih besar lagi perbuatan Tuhan menyerahkan diriNya untuk
mengampuni manusia. “Kebaikan” dalam
bahasa Yunani disebut Chrestos, yang artinya “berguna, baik, bermanfaat”. Kata ini
bunyinya sangat mirip dengan kata Christos, sebutan bahasa Yunani
untuk Kristus. Kemiripan ini sungguh pas sekali. Menjadi baik adalah menjadi
serupa dengan Kristus. Memiliki hati yang baik dan mengampuni dengan bebas
seperti pengampunan Kristus.
Mari kita
melihat bagaimana kebaikan yang telah diberitahukan dan diperbuat oleh Allah
kepada kita:
Manusia telah hidup dalam
kekacaubalauan ketika dia tidak lagi mengikuti aturan dan perintah Allah dan yang
dia lakukan hanyalah apa yang adil menurut dirinya dan apa yang adil menurut
bisikan iblis. Perbuatan dosapun telah menjadi bahagian kehidupan manusia
ketika manusia itu tidak lagi tunduk pada aturan dan perintah Allah, tetapi dia
telah membuat sendiri aturan bagi dirinya sendiri akan apa yang terbaik bagi
dirinya. Kita dapat melihat bagaimana Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, kisah
menara Babel, kebencian hati Saul terhadap Daud. Ketika kita mengikuti keadilan
menurut keinginan, perasaan, kehendak dan aturan manusia maka kita akan semakin
jauh tersesat karena tidak ada yang lebih adil dari perbuatan dan
perintah-perintah Tuhan. Maka berlaku adil adalah berlaku sesuai dengan aturan
perintah Tuhan. Kita dituntut untuk berlaku adil dan bukan mengadili. Kita tidak
memiliki dasar untuk mengadili kecuali kita memiliki aturan dan kebenaran diri
kita sendiri.
Apakah adil bagi dunia ini jika
mengasihi dan mendoakan musuh? Apakah adil jika pipi kiri kita ditampar maka
kita juga akan memberikan pipi kanan? Apakah adil jika manusia yang berdosa
tetapi Tuhan yang menerima hukuman? Paulus menyatakan kepada kita: “Sebab pemberitaan tentang salib memang
adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang
diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah” (1 Kor. 1:18).
Berlaku adil sesungguhnya adalah
mencitai kesetiaan pada aturan dan perintah Allah. Ketika kita memiliki cinta
maka ada sikap yang senantiasa untuk melakukan dan menginginkan dengan penuh
sukacita dan kegirangan. Perintah Tuhan bukanlah paksaan ataupun beban untuk
dilakukan tetapi menjadi kesukaan kita. Teladan kesetiaan perintah dan rencana
BapaNya telah diperlihatkan Kristus kepada kita untuk kita tiru mulai dari
Yesus memberikan diriNya dibaptis oleh Yohanes sampai Yesus setia di kayu
salib.
Allah juga mengajar kita melalui
Kristus bagaimana kita untuk dapat merendahkan hati dihadapan Allah karena
Allah sangat mengasihani orang yang rendah hati ( 1 Ptr. 5:5-7). Rendah hati di
hadapan Allah adalah mengakui kuasa dan kekuatanNya ditengah-tengah kehidupan
kita, yang memengang kendali atasa kehidupan ini adalah Tuhan. Terkadang manusia
mau hidup sombong dihadapan Allah ketika dia meragukan kuasa Tuhan karena
terkadang kita merasa lebih hebat dari Allah melakukan hal-hal diluar kuasa
Tuhan.
Tuhan Yesus telah memperlihatkan
kepada kita bagaimana hidup dihadapan Allah. Tuhan tidak menuntut kita untuk melakukan
diluar kemampuan kita, Tuhan hanya menginginkan kita agar hidup sebagai manusia
yang sesungguhnya sesuai dengan rencanaNya. Hidup dalam keadilan, kesetiaan dan
rendah hati dihadapan Allah. “Pikullah
kuk yang Kupasang dan berjalanlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah
hati dan jiwamu akan mendapatkan ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak
dan bebanKu pun ringan” (Mat. 11:29-30).
No comments:
Post a Comment