Bacaan Firman Tuhan: 1 Korintus 8: 1-13
Korintus, sebuah kota kuno di Yunani yang merupakan kota metropolitan Yunani yang terkemuka pada zaman Paulus. Seperti halnya banyak kota yang makmur pada masa kini, Korintus menjadi kota yang angkuh secara intelek, kaya secara materi, dan bejat secara moral. Segala macam dosa merajalela di kota ini yang terkenal karena perbuatan cabul dan hawa nafsu. Selain itu, kota ini juga ada banyak kuil penyembahan berhala, karena mayoritas orang Korintus adalah penyembah dewa-dewi. Mereka sering melakukan penyembahan berhala dengan memakan daging yang dipersembahkan kepada dewa-dewi. Pada zaman itu untuk mengadakan sebuah pesta sering diadakan di kuil-kuil sebagai penghormatan kepada ilah-ilah yang mereka percaya dan para tamu undangan akan diundang untuk datang ke kuil.
Nas ini adalah bagian dari tanggapan Paulus atas pertanyaan jemaat
Korintus tentang “daging persembahan berhala” (pasal 8-10). Kemungkinan besar
Paulus melarang jemaat Korintus untuk mengikuti pesta yang seperti itu, tetapi
ada dari jemaat Korintus yang tidak setuju dengan alasan mereka sudah memiliki
“pengetahuan” bahwa hanya ada satu Tuhan yaitu Yesus Kristus, sehingga
kedatangan mereka ke kuil penyembahan berhala tidak akan menggoyahkan iman
mereka, dan mereka juga memiliki “pengetahuan” bahwa segala sesuatu adalah baik
dan tidak ada yang haram jika diterima dengan ucapan syukur dan doa (10:25; 1
Tim.4:4-5).
Paulus menjelaskan bahwa tidak ada masalah jika mereka memakan daging
yang telah dipersembahkan dan mengikuti pesta orang Korintus dengan menggunakan
“pengetahuan” mereka. Tetapi dengan berbuat seperti itu, mereka menjadi batu
sandungan bagi jemaat yang “hati nuraninya” (perasaan moral tentang apa yang
tepat dan apa yang tidak tepat) lemah yang belum memilki pengetahuan seperti
yang mereka miliki. Maka Paulus menasehatkan supaya apapun yang mereka lakukan
harus berdasarkan kasih yang membangun iman satu dengan yang lain, dan bukan
berdasarkan “pengetahuan”. Bahwa diatas pengetahuan yang mereka miliki masih
ada pengetahuan yang jauh lebih tinggi lagi (ay.2). Jika pengetahuan yang
mereka miliki masih membuat mereka sombong, maka itu bukanlah pengetahuan yang
sejati orang beriman, tetapi pengetahuan yang sejati itu adalah pengetahuan
yang membangun dan menumbuhkan kasih kepada orang lain. Kekristenan tidak hanya
sebatas pada pengetahuan secara doktrin atau teologi, tetapi lebih dari itu
adalah berdampak pada kehidupan yang saling menumbuhkan iman dan kasih.
Istilah “batu sandungan” adalah sesuatu yang membuat orang jatuh sehingga menjadi binasa baik secara jasmani maupun rohani. Dalam Perjanjain Lama berkaitan dengan perbuatan yang membuat orang buta menjadi terantuk dengan cara menaruh suatu benda di jalan yang dilaluinya. Namun dalam Perjanjian Baru, batu sandungan digunakan lebih luas lagi, yaitu membuat seorang jatuh ke dalam dosa atau merusak kerohanian seseorang (Matius 18:6). Batu kecil yang nampaknya tidak berarti, namun dapat membuat seseorang jatuh tersandung, demikian juga hal-hal yang kita anggap sepele baik melalui perkataan, perbuatan dan tingkah laku kita dapat membuat orang lain tersesat atau jatuh ke dalam dosa. Maka agar kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain, kita harus mampu mengendalikan diri dalam perkataan maupun perbuatan dan mengusahakan diri kita menjadi teladan yang baik bagi banyak orang. Amin
No comments:
Post a Comment