Laman

Tuesday, November 1, 2016

Cara Menghadapi Fitnah dan Penghinaan




Daud adalah manusia yang sungguh-sungguh transparan tentang berbagai kesalahannya, yang telah berdamai dengan Allah melalui pertobatan dan yang menikmati kedekatan dengan Allah karena anugerah. Ketika Daud melarikan diri dari hadapan anaknya Absalom, dalam perjalanan yang belum jauh berjalan dari Yerusalem.


Seorang gila yang masih kerabat Saul yang bernama Simei bin Gera (2 Samuel 16: 5-14), ia mendekati Daud dan terus menerus mengutuki sambil melemparinya dengan batu. Dia mengutuk dan menghina Daud dengan mengatakan “Enyahlah, enyahlah, engkau penumpah darah, orang dursila! TUHAN telah membalas kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan menjadi raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja kepada anakmu Absalom. Sesungguhnya, engkau sekarang dirundung malang, karena engkau seorang penumpah darah.”


Salah satu jenderal Daud menawarkan diri untuk membungkam pembual itu dengan memenggal kepalanya. Tentunya sebagai raja, Daud bisa saja melakukan apa saja, namun justru ia menahan orangnya. Meskipun perkataan Simei itu tidak benar, Daud menerima makian itu sebagai konsekuensi alami dari kegagalannya sebelumnya, ia menyadari bahwa dosanya yang sangat besar memang akan menuai konsekuensi yang panjang dan ‘tak terelakkan. Dari pengamatannya atas apa yang diucapkan oleh Simei itu, umpatan itu bisa dari Tuhan dan bisa juga tidak, maka keputusannya adalah untuk membiarkan Allah mengurus orang itu. (2 Sam. 16: 10-12).


Apa yang dilakukan oleh Simei itu sebenarnya telah menyerang harga dirinya apalagi dia adalah seorang raja. Namun kerendahan hati Daud berhasil menaklukkan serangan Simei. Sekarang, jika kita berhadapan pada situasi seperti ini, maka apa yang akan kita lakukan? Kita punya dua pilihan utama. Pertama, berhadapan dengannya dan menyerang. Ini adalah tanggapan natural kita ketika kita menerima kritikan yang tidak adil dan yang dilebih-lebihkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh David Roper:
-          Kritikan selalu datang ketika kita tidak memerlukannya
-          Kritikan datang ketika kita tidak layak mendapatkannya
-          Kritikan datang dari orang yang tidak berkompeten menyampaikannya
-          Kritikan sering kali datang yang sama sekali tidak membantu kita

Tetapi, kemungkinan respon yang kedua untuk menghadapi kritikan yang tidak adil adalah dengan mengumpulkan kebenaran. Kritikan itu kemungkinan tidak semuanya salah dan tidak semuanya benar. Tetapi alangkah bijaksananya jika kita menyaring kritikan yang mungkin benar dan menggunakannya sebagai sebuah kesempatan untuk memusatkan perhatian pada kesalahan kita.

Kerendahan hati akan memilih respon yang lembut atas kritik rendahan yang penuh permusuhan. Kerendahan hati tahan dalam penderitaan, anggun, baik, bahkan lembut saat menghadapi olok-olok. Kerendahan hati membalas kejahatan dengan kebaikan, sebuah jawaban yang lembut dalam menanggapi amarah, memberikan berkat atas kutukan, menaruh belas kasihan atas kekejaman.

Daud menolak membela diri melawan berbagai serangan terhadap harga dirinya. Dia keluar dari lingkaran main hakim sendiri, tetapi dia menyerahkannya ke dalam tangan Tuhan. Sebagamana Daud berdoa dalam Mazmur 109. Apa yang terjadi di dalam dirinya ketika menerima kritikan dan fitnah semuanya diutarakan dan disampaikannya kepada Tuhan. Ia tidak menahan atau berpura-pura bahwa kemarahannya tidak pernah ada; tetapi ia menyatakan semuanya dalam konteks yang sesuai.

Dengan sikap rendah hati menanggapi setiap kritikan dan fitnah, maka kita sedang menyadari bahwa Allah memegang kendali atas segala macam situasi. Dengan berpegang pada kerendahan hati kita tidak pernah mencari-cari pemulihan nama baik, tetapi memilih Tuhan untuk membela dan membenarkan kita, kita lebih mengutamakan nama baik Tuhan daripada diri sendiri. 

Sumber: Charles R. Swindoll “A life well lived”

No comments:

Post a Comment