Daud adalah manusia yang
sungguh-sungguh transparan tentang berbagai kesalahannya, yang telah berdamai
dengan Allah melalui pertobatan dan yang menikmati kedekatan dengan Allah
karena anugerah. Ketika Daud melarikan diri dari hadapan anaknya Absalom, dalam
perjalanan yang belum jauh berjalan dari Yerusalem.
Seorang gila yang masih kerabat
Saul yang bernama Simei bin Gera (2 Samuel 16: 5-14), ia mendekati Daud dan
terus menerus mengutuki sambil melemparinya dengan batu. Dia mengutuk dan
menghina Daud dengan mengatakan “Enyahlah, enyahlah, engkau penumpah darah,
orang dursila! TUHAN telah membalas kepadamu segala darah keluarga Saul, yang
engkau gantikan menjadi raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja kepada
anakmu Absalom. Sesungguhnya, engkau sekarang dirundung malang, karena engkau
seorang penumpah darah.”
Salah satu jenderal Daud
menawarkan diri untuk membungkam pembual itu dengan memenggal kepalanya.
Tentunya sebagai raja, Daud bisa saja melakukan apa saja, namun justru ia
menahan orangnya. Meskipun perkataan Simei itu tidak benar, Daud menerima
makian itu sebagai konsekuensi alami dari kegagalannya sebelumnya, ia menyadari
bahwa dosanya yang sangat besar memang akan menuai konsekuensi yang panjang dan
‘tak terelakkan. Dari pengamatannya atas apa yang diucapkan oleh Simei itu, umpatan itu bisa dari Tuhan dan bisa juga
tidak, maka keputusannya adalah untuk membiarkan Allah mengurus orang itu.
(2 Sam. 16: 10-12).
Apa yang dilakukan oleh Simei
itu sebenarnya telah menyerang harga dirinya apalagi dia adalah seorang raja.
Namun kerendahan hati Daud berhasil
menaklukkan serangan Simei. Sekarang, jika kita berhadapan pada situasi
seperti ini, maka apa yang akan kita lakukan? Kita punya dua pilihan utama.
Pertama, berhadapan dengannya dan menyerang. Ini adalah tanggapan natural kita
ketika kita menerima kritikan yang tidak adil dan yang dilebih-lebihkan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh David Roper:
-
Kritikan selalu datang ketika kita tidak
memerlukannya
-
Kritikan datang ketika kita tidak layak
mendapatkannya
-
Kritikan datang dari orang yang tidak
berkompeten menyampaikannya
-
Kritikan sering kali datang yang sama sekali
tidak membantu kita
Tetapi, kemungkinan respon yang
kedua untuk menghadapi kritikan yang tidak adil adalah dengan mengumpulkan
kebenaran. Kritikan itu kemungkinan
tidak semuanya salah dan tidak semuanya benar. Tetapi alangkah bijaksananya
jika kita menyaring kritikan yang mungkin benar dan menggunakannya sebagai
sebuah kesempatan untuk memusatkan perhatian pada kesalahan kita.
Kerendahan hati akan memilih
respon yang lembut atas kritik rendahan yang penuh permusuhan. Kerendahan hati
tahan dalam penderitaan, anggun, baik, bahkan lembut saat menghadapi olok-olok.
Kerendahan hati membalas kejahatan dengan kebaikan, sebuah jawaban yang lembut
dalam menanggapi amarah, memberikan berkat atas kutukan, menaruh belas kasihan
atas kekejaman.
Daud
menolak membela diri melawan berbagai serangan terhadap harga dirinya. Dia
keluar dari lingkaran main hakim sendiri, tetapi dia menyerahkannya ke dalam
tangan Tuhan. Sebagamana Daud berdoa dalam Mazmur 109. Apa
yang terjadi di dalam dirinya ketika menerima kritikan dan fitnah semuanya
diutarakan dan disampaikannya kepada Tuhan. Ia tidak menahan atau berpura-pura
bahwa kemarahannya tidak pernah ada; tetapi ia menyatakan semuanya dalam
konteks yang sesuai.
Dengan
sikap rendah hati menanggapi setiap kritikan dan fitnah, maka kita sedang
menyadari bahwa Allah memegang kendali atas segala macam situasi. Dengan
berpegang pada kerendahan hati kita tidak pernah mencari-cari pemulihan nama
baik, tetapi memilih Tuhan untuk membela dan membenarkan kita, kita lebih
mengutamakan nama baik Tuhan daripada diri sendiri.
Sumber: Charles R. Swindoll “A life well lived”
No comments:
Post a Comment