Laman

Monday, September 22, 2014

Matius 21: 23-32 | Mengakui Kuasa Allah Dengan Berbuahkan Ketaatan

 Bacaan Firman Tuhan: Matius 21: 23-32
Awalnya para imam-imam, tua-tua Yahudi dan ahli-ahli taurat (pejabat Sanhedrin) meminta jawab Yesus (“dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu?”), namun pada akhirnya justru mereka yang mendapatkan kecaman dari Tuhan Yesus “Meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal”.

Terlepas dari sikap mereka mau menjebak Tuhan Yesus atau sekedar ingin mendengar jawaban langsung dariNya yang mempertanyakan kuasa yang dipakai Yesus, namun mereka selaku pejabat Sanhedrin yang sangat menguasai masalah keagamaan pastinya mereka sudah dapat mengetahui kuasa Yesus dari apa yang telah diperbuatNya. Sehingga ketika Yesus bertanya kembali tentang asal baptisan Yohanes sebenarnya sudah menjawab secara tersirat atas pertanyaan mereka, karena Yohanes juga secara umum telah dianggap melakukan tugas kenabian dan bahkan Yohanes pun telah menyatakan di depan umum bahwa Yesus adalah Mesias (Yoh. 5:33, 3:26-30, 1:29-37).

Pertanyaan Yesus tentang baptisan Yohanes telah memperlihatkan bagaimana sikap mereka yang kelihatannya taat dan dekat kepada Tuhan, namun hatinya jauh dari sikap ketaatan untuk melakukan. Hal ini semakin diperjelas Yesus melalui perumpamaan tentang dua orang anak, yang mana mereka sebagai pejabat Sanhedrin telah diposisikan sebagai anak yang kelihatannya taat, namun tidak berbuat dalam ketaatannya, merasa diri benar dan tidak memerlukan pertobatan. Sementara pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal merasa membutuhkan pertobatan setelah mendengar seruan yang disampaikan oleh Yohanes pembaptis.

Dalam perumpamaan itu seharusnya anak yang dapat dianggap layak melakukan perintah bapanya adalah “yang taat dan melakukan perintah bapanya”. Namun, jika melihat perumpamaan Tuhan Yesus ini, kedua anak tersebut sebenarnya tidak ada yang dianggap layak dihadapan bapanya:
- Anak pertama: Jawaban yang kelihatan taat tetapi tidak melakukan
- Anak kedua: Jawaban yang membantah perintah bapanya
namun akhirnya terlihat juga siapa yang dianggap layak dihadapan bapanya, yakni anak kedua yang semula membantah namun timbul penyesalan dan pergi melakukan perintah bapanya. Perilaku kedua anak tersebut tidak dapat dibenarkan sebagai seorang anak yang semestinya turut perintah bapanya. Tetapi dapat dilihat bahwa ternyata anak yang kedua dilayakkan hanya karena penyesalan atas sikapnya yang salah kepada bapanya.

Demikian halnya kita dihadapan Allah, sesungguhnya seorangpun kita tidak ada yang benar dihadapan Allah. Hanya karena kasihNya yang menyerukan pertobatan kita dilayakkan menjadi anak-anak Allah yang setia dan taat. Sehingga jika diperhadapkan dengan sikap para pejabat Sanhedrin tadi pantaslah jika Yesus mengatakan kepada mereka “Meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal”. Yang menganggap diri mereka orang benar tanpa perlu pertobatan dan mereka nyaman atas praktek-praktek keagamaan yang telah mereka jalani selama ini.

Nas ini mengingatkan kita kembali pada ayat-ayat sebelumnya ketika Yesus mengutuk pohon ara, ternyata Tuhan Yesus tidak menemukan buah pohon ara diantara daun-daun pohon tersebut. Demikian halnya dengan perumpamaan Yesus tentang dua orang anak ini, bagaimana indahnya ucapan anak yang pertama tadi yang sepertinya penuh ketaatan, namun tidak dilakukan. Jika melihat dari luar, pohon yang besar dengan daun yang lebat maka ada harapan bahwa pohon tersebut akan memberikan buah yang baik untuk dinikmati, namun ternyata tidak ada buah yang bisa diharapkan. Ternyata pohon tersebut hanya berdaun lebat tetapi tidak berbuah. Coba kita lihat diri kita apakah hanya tumbuh dengan daun yang lebat saja, namun Tuhan Yesus tidak dapat menemukan buah dari hidup kita. Layaknya seperti para pejabat Sanhedrin tadi yang dari luar kelihatannya penuh dengan kekudusan dan memahami segala hukum Tuhan, namun ternyata tidak didapati buah hidup mereka yang dekat dan memahami hukum Tuhan dengan tidak menerima suara pertobatan.

Ketika orang melihat kita yang begitu rajin beribadah, berdoa, menyanyikan kidung pujian, maka orang lain akan memuji kita layaknya sebuah pohon yang dipuji karena pertumbuhannya yang begitu baik kelihatan. Tetapi yang Allah cari dari kita adalah buah ketaatan kita kepadaNya. Tuhan menyatakan keselamatanNya bagi kita manusia bukan supaya kita mendapatkan pujian, tetapi supaya nama Tuhan dimuliakan melalui kehidupa kita.

Penerimaan suara pertobatan dari Tuhan tidak lain adalah ketaatan dalam pertobatan itu sendiri. Kita mulai memasuki jalan keselamatan dari Tuhan ketika buah-buah ketaatan itu muncul dari hidup kita. Tuhan Yesus mengatakan: "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa yang tinggal di dalam Aku, dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak...." (Yoh. 15:5). Untuk dapat berbuah, maka kita harus tinggal bersama Allah, seperti pokok dan ranting yang tidak terpisahkan. Hidup kita hanya akan berbuah jika kita tetap dengan Allah, sebab mustahil kita berbuah jika menghadapi dan menjalani kehidupan ini kita hanya mengandalkan perasaan, pikiran dan keinginan kita.

Disinilah kita diingatkan dan disadarkan, apakah kita mau mengakui dan menghargai kuasa Allah dalam diri kita. Maukah kita agar kuasa Allah bekerja, sehingga menghasilkan buah yang baik dalam hidup kita? Hidup dalam pertobatan adalah selalu merendahkan diri dengan tidak bertindak melalui keinginan perasaan dan pikiran kita, tetapi akan bertindak dan berbuat sesuai dengan kuasa Firman Allah yang menyelamatkan. Masakan kita sudah mendengar dan tahu perintah Tuhan tetapi kita tidak taat untuk melakukannya? Bukankah itu bagian dari sikap penolakan suara pertobatan dari Tuhan?

"Jikalau kamu tahu, bahwa Ia adalah benar, 
kamu harus tahu juga, bahwa setiap orang, yang berbuat kebenaran, lahir dari padaNya" 
1 Yohanes 2: 28





No comments:

Post a Comment